Sukses

Pengusaha Tolak Lelang Gula yang Bergulir Januari 2018

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kembali menolak kebijakan lelang gula kristal rafinasi.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kembali menolak kebijakan lelang gula kristal rafinasi. Setelah ditunda, lelang gula tersebut akan dilaksanakan pada Januari 2018.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, ‎skema lelang gula kristal rafinasi justru menimbulkan inefisiensi bagi pelaku usaha khususnya industri makanan dan minuman.

"Selama ini proses pembelian komoditas tersebut dilakukan melalui skema business to business, yang dari segi kuota maupun pengawasan dapat dilakukan oleh pemerintah," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Hariyadi mengungkapkan, untuk membenahi tata niaga gula di dalam negeri, yang diperlukan perbaikan dari hulu hingga ke hilir bukan melalui skema lelang. Menurut dia, selama proses produksi di dalam negeri belum efisien, tata niaga bakal tetap menjadi permasalahan.

“Kalau tidak pernah diatur dengan pengelolaan hulu kita dan tidak efisien produksinya tetap jadi masalah. Substansinya adalah bahwa hulu kita tidak efisien,” kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Hariyadi, pihaknya akan segera mengirimkan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyelenggaraan lelang gula rafinasi yang dijadwalkan bergulir pada Januari 2018 tersebut.

"Rekomendasi terkait penyelenggaran lelang gula kristal rafinasi saat ini sedang disusun oleh pihak Apindo. Dan nantinya, hasil kajian yang dilakukan baik dari sisi industri maupun akademisi bakal dikirimkan kepada Presiden Jokowi," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 3 halaman

Tak Transparan

Sementara itu, Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik, Danang Girindrawardana menilai, skema lelang justru membuat tata niaga gula menjadi ‎tidak transparan dan lebih mengedepankan untuk mencari keuntungan.

"Lelang ini juga merupakan bentuk malaadministrasi yang bisa mengarah pada tindak pidana korupsi sistematis dengan lebih mengedepankan keuntungan finansial pihak ketiga noninstansi pemerintahan," ungkap dia.

Selain itu, kata Danang, untuk mengatasi masalah distribusi gula di Indonesia, pemerintah jangan hanya memikirkan lelang dari sisi perdagangan atau hilir, tetapi juga dari pada sisi petani tebu dan pabrik gula atau hulu.

"Jadi kita berharap dengan adanya rekomendasi dari Apindo terhadap Permendag nomor 16 tahun 2017 tentang Lelang Komoditas Pasar Gula Rafinasi (GKR), pemerintah bukan hanya menunda implementasi," tandas dia.

3 dari 3 halaman

8 Januari 2018

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melelang 2,5 juta ton Gula Kristal Rafinasi (GKR) senilai Rp 24 triliun pada 8 Januari 2018. Lelang tersebut mundur dari jadwal yang telah direncanakan sebelumnya pada 1 Oktober 2017.

Gula kristal rafinasi adalah gula yang diproses dari gula kristal mentah (raw sugar). GKR diperuntukkan bagi industri dan diperdagangkan melalui mekanisme lelang komoditas.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kemendag, Bachrul Chairi mengungkapkan, pemerintah melelang gula rafinasi dengan jumlah 2,5 juta ton. Dengan asumsi harga jual Rp 9.600 per kilogram (kg), maka nilai lelang gula diperkirakan sekitar Rp 24 triliun.

"Jumlah gula rafinasi yang dilelang 2,5 juta ton dikalikan saja harganya Rp 9.600 per kg. Itu nilainya," ujar Bachrul saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Jadwal lelang gula rafinasi dipastikannya berlangsung pada 8 Januari 2018. Ini mundur dari waktu pelaksanaan sebelumnya yang direncanakan 1 Oktober 2017.

"Kita lelang 8 Januari 2018. Kalau pesertanya sudah memenuhi syarat mencakup 34 provinsi sebelum tanggal tersebut, maka bisa dilakukan sebelum itu," ujar mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag itu. Bachrul lebih jauh mengaku, penundaan waktu pelaksanaan lelang tersebut lantaran jumlah peserta lelang yang belum mencakup 34 provinsi di Tanah Air.

Hingga saat ini, jumlah peserta lelang yang mewakili industri besar, menengah, kecil, dan koperasi baru terdaftar 310 peserta dari 18 provinsi, sementara untuk industri makanan dan minuman sudah terdaftar 150 peserta.