Sukses

PPATK: Jelang Pilkada Serentak, Bank Daerah Harus Waspada

PPATK memperingatkan kepada perbankanuntuk tidak melakukan kegiatan operasional bank yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan pada tahun depan, perbankan khususnya di daerah rentan dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan kampanye. Hal tersebut terkait dengan pelaksanaan 171 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 2018.

Kepala PPATK Kiagus Achmad Badaruddin mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PPATK, menjelang Pilkada serentak pada tahun depan, perbankan, khususnya bank daerah rentan dan berpotensi digunakan oleh para calon yang maju dalam Pilkada untuk membiayai segala bentuk kampanye dan memuluskan jalan menjadi Kepala Daerah.

Menurut dia, modus yang sering digunakan oleh calon kepala daerah atau pendukung calon adalah dengan mengajukan kredit ke perbankan. Dana pinjaman tersebut nantinya digunakan untuk membiayain kebutuhan calon kepala daerah selama masa kampanye.

"Modus yang sering terjadi adalah pemberian atau pengucuran kredit dalam jumlah yang relatif besar kepada masyarakat atau nominee dengan penerima manfaat sebenarnya adalah para calon kepala daerah yang akan bertarung," ujar dia di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Oleh sebab itu, PPATK memperingatkan kepada perbankan, khususnya Bank Daerah, untuk tidak melakukan kegiatan operasional bank yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sementara kepada seluruh calon kepala daerah yang akan bertarung pada Pilkada serentak di 2018, PPATK menghimbau untuk bersikap jujur, terhormat dan kesatria dalam memenangkan hati pemilih.

"PPATK juga mengimbau agar masyarakat Indonesia lebih cerdas dalam menentukan pilihan dalam Pilkada serentak tahun 2018, dengan memilih sesuai harapannya dan menghindari praktik politik uang," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Temuan Sepanjang 2017

Sebelumnya, PPATK menyatakan, sepanjang 2017 terjadi potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp 747 triliun. TPPU ini diduga dilakukan oleh oknum dari berbagai profesi mulai dari gubernur hingga kepala Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

‎Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin ‎mengatakan, sepanjang 2017, jumlah Informasi Hasil Pemeriksaan dan Laporan ‎Hasil Pemeriksaan (IHP/LHP) sebanyak 20 laporan atau informasi.

Semuanya telah disampaikan kepada aparat penegak hukum yang terdiri atas KPK sebanyak 11 laporan, Polri tiga laporan, Direktorat Jenderal Pajak dua laporan. Kemudian Direktorat Jenderal ‎Bea dan Cukai dua laporan, dan TNI, BNN, serta Kejaksaan masing-masing sebanyak satu Laporan.

"LHP/IHP dimaksud adalah output kegiatan pemeriksaan yang dilakukan pada akhir 2016 sampai dengan akhir 2017 terhadap 19 pihak terlapor," ujar dia di Kantor PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Kemudian, PPATK juga telah melakukan pemeriksaan dilakukan terhadap 228 rekening pihak terlapor yang tersebar di sejumlah Penyedia Jasa Keuangan Bank dan Non Bank. Rekening ini tersebar di berbagai lokasi di Gresik, Magetan, Madiun, Surabaya, Mataram, Pontianak, Bandung, Kendari, Purwakarta, Kawang, Sumbawa Barat, Mataram, dan Banjarmasin.

Â