Liputan6.com, Toba - Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memperingatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk berbenah besar-besaran. Ini menjadi peringatan serius yang disampaikan Rini saat ditemui usai Rapat Koordinasi BUMN di Toba Samosir, Sumatra Utara.
Dalam Rakor BUMN tersebut, memang salah satu pembahasannya adalah bagaimana mengatasi BUMN yang sampai saat ini masih rugi. Garuda Indonesia menjadi BUMN yang kerugiannya paling besar, yaitu lebih dari Rp 2 triliun.
"Yang rugi besar itu salah satunya Garuda Indonesia. Kerugiannya karena dia dihadapkan pada perang harga," kata Rini di Toba Samosir, Kamis (21/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Untuk itu, Rini meminta khusus kepada manajemen Garuda Indonesia untuk membuat strategi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengatasi kerugian yang dideritanya.
Garuda Indonesia saat ini menjadi satu-satunya maskapai pelat merah, setelah sebelumnya, Merpati sampai kini masih belum juga bangkit.
Salah satu poin yang perlu dijadikan bahan evaluasi Garuda Indonesia adalah peninjauan kembali seluruh rute yang diterbanginya. Rini juga meminta rute yang memiliki kerugian cukup besar lebih baik ditutup.
"Harus dilihat seberapa pentingkah rute-rute rugi itu untuk diterbangi. Atau strategi lain yaitu apa Garuda itu lebih fokus perbesar penerbangan dalam negeri saja atau luar negeri," ucap Rini.
Kalaupun akan ada pengembangan rute ke luar negeri, setidaknya harus difokuskan pengembangan pasar tertentu yang jelas-jelas memiliki pasar potensial, seperti pasar negara-negara Asia layaknya China.
"Saya beri waktu Garuda Indonesia lakukan kajian dan susun strateginya apa, 6 minggu ke depan akan saya minta lagi," tutup Rini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Rugi Hampir Rp 4 Triliun
Perlu diketahui, Garuda Indonesia mencatat kerugian hingga US$ 283,8 juta atau Rp 3,77 triliun pada semester I tahun 2017.
Memasuki triwulan ketiga, kinerja Garuda memang membaik. Capaian ini memang sudah bisa diprediksikan, mengingat pada triwulan ini terjadi peningkatan jumlah penumpang sehubungan dengan musim liburan dan mudik.
Emiten berkode saham GIAA ini membukukan laba bersih sebesar US$ 61,9 juta sepanjang Juli-September 2017. Laba ini naik 216,1 persen dibanding periode yang sama pada 2016.
Pendapatan usaha naik 11,2 persen, dari US$ 1,101 miliar pada kuartal III-2016 menjadi US$ 1,225 miliar pada kuartal III 3-2017. Pendapatan usaha tumbuh 8,58 persen atau menjadi US$ 3,111 miliar dari US$ 2,865 miliar pada kurun waktu serupa tahun sebelumnya.
Capaian positif pada triwulan III tersebut mampu menekan kerugian Garuda. Namun, secara keseluruhan, Garuda masih mencatatkan rugi bersih sekitar US$ 222 juta atau sekitar Rp3 triliun sepanjang periode Januari-September 2017.
Kerugian ini membengkak 404,53 persen, padahal pada periode sama tahun lalu kerugian perusahaan hanya US$ 44 juta.
Selain itu, beban usaha GIAA meningkat 12,83 persen atau menjadi US$ 3,235 miliar per akhir September 2017 dari periode yang sama tahun lalu sekitar US$ 2,867 miliar.
Salah satu penyumbang membengkaknya beban usaha yakni operasional penerbangan yang naik sebesar 14,03 persen menjadi US$ 1,861 miliar, dibandingkan tahun lalu sebesar US$ 1,632 miliar.
Advertisement