Sukses

Peredaran Rokok Elektrik Ganggu Produksi Djarum

Produksi rokok Djarum diperkirakan turun 2 persen di tahun ini. Salah satu penyebabnya karena peredaran rokok elektrik atau vape.

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan rokok milik orang terkaya di Indonesia Hartono bersaudara, PT Djarum memperkirakan terjadi penurunan produksi rokok pada tahun ini sekitar 1,2 miliar batang atau 2 persen dari produksi tahun lalu. Salah satu penyebabnya karena peredaran rokok elektrik atau vape.

"Penurunan sekitar 2 persen dari produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) tahun lalu sekitar 60 miliar batang rokok," kata Senior Production Manager Kretek Operations Djarum, Slamet Rahardjo saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Jika dihitung dari asumsi tersebut, maka penurunan produksi rokok 2 persen setara dengan sekitar 1,2 miliar batang. Dengan begitu, total produksi rokok SKT dan SKM di 2017 diperkirakan sekitar 58,8 miliar batang. Sayangnya Slamet mengaku tak memiliki data dampak rokok elektrik atau vape ke penjualan Djarum.

Slamet mengaku, penurunan produksi rokok tahun ini salah satunya dipengaruhi oleh maraknya penjualan rokok elektrik atau vape. Ada perubahan gaya hidup masyarakat yang beralih dari rokok kretek maupun rokok putih ke rokok elektrik.

"Mestinya sih ada pengaruhnya tapi belum signifikan karena kan baru 2 tahun ini beredar. Ada yang sekedar iseng-iseng coba vape, tapi ada yang beralih ke situ," Slamet menjelaskan.

Lebih jauh kata dia, perusahaan tidak memaksa konsumen untuk mengonsumsi rokok kretek maupun rokok putih. "Itu semua tergantung selera konsumen, suka vape atau kretek. Kami tidak bisa memaksa," paparnya.

Slamet mendukung langkah pemerintah mengenakan cukai bagi cairan rokok elektrik yang mengandung tembakau sebesar 57 persen per 1 Juli 2017.

"Vape dikenakan cukai tahun depan, cukup baik lah. Kami dukung kalau sama-sama memberikan tambahan penerimaan negara. Selagi peredarannya diawasi dengan cukai, itu fair," tegasnya.

Tonton Video Pilihan Ini

2 dari 2 halaman

Mendag: Aturan Terbit, Impor Rokok Elektrik ke RI Bisa 30 Tahun

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menerbitkan aturan yang membatasi impor cairan rokok elektrik atau vape. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga diyakini akan membatasi peredaran maupun penjualan rokok elektrik impor di Indonesia.

"(Permendag) sudah keluar, sudah ditandatangani minggu lalu," tegas Enggartiasto saat ditemui di kantor pusat Alfamart, Cikokol, Tangerang, Sabtu (18/11/2017).

Dia menegaskan, dalam aturan main di permendag tersebut, importir boleh memasok atau mengedarkan atau memperdagangkan cairan rokok elektrik di Indonesia apabila sudah mendapat rekomendasi dari Menteri Kesehatan (Menkes), Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Nah kan panjang. Kelihatannya 20-30 tahun lagi juga tidak akan keluar tuh barang (impor cairan rokok elektrik)," Enggartiasto menegaskan.

Dirinya lebih jauh menjelaskan, selama ini pemerintah tidak melarang atau membatasi impor maupun peredaran cairan rokok elektrik dari luar negeri. Dengan begitu, cairan vape impor yang selama ini dijual di Tanah Air tidak dapat dikatakan ilegal.

"Dulu tidak diatur, tidak dilarang, jalan aman tenteram sehingga tidak bisa dibilang ilegal. Tapi sekarang diatur impornya," tegasnya tanpa menyebut data impor cairan rokok elektrik sekaligus negara pengimpor.

Jika sudah mendapatkan rekomendasi izin dari Kemenkes, Kemenperin, BPOM, dan memperoleh SNI, maka kata Enggartiasto, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dapat memungut cukai cairan rokok elektrik sebesar 57 persen.

"Kebijakan cukai tidak ada soal. Kalau sudah dapat izin impor, bayar (cukai). Persoalannya sekarang untuk mendapatkan izin 30 tahun saja belum tentu dapat. Apalagi makin lama makin sulit izinnya," tuturnya.

Jika ada praktik penyelundupan, Enggartiasto meminta para aparat keamanan untuk menangkapnya. "Tangkap kalau sembunyi-sembunyi," pungkasnya.