Sukses

Amendemen Undang-Undang KPPU Bikin Pengusaha Gerah

Komisi VI DPR RI tengah membahas penambahan wewenang KPPU yang ditingkatkan hingga penggeledahan.

 

Liputan6.com, Balikpapan – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengharapkan amendemen Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha segera terealisasi di DPR RI. Revisi undang-undang ini menambah kewenangan KPPU hingga penggeledahan pelaku kartel dan monopoli usaha.

“Amendemen Undang-Undang No 5 Tahun 1999 sangat penting untuk menindak pelaku kartel, oligopoli dan monopoli di Indonesia,” kata Komisioner KPPU, Sukarmi di Balikpapan, Sabtu (30/12/2017).

Komisi VI DPR RI tengah membahas penambahan wewenang KPPU yang ditingkatkan hingga penggeledahan maupun nilai denda yang dilipatgandakan menjadi 30 persen dari total pendapatan perusahaan.

Ia pun menyambut positif amendemen Undang-Undang No 5 yang sepertinya memperoleh dukungan dari mayoritas fraksi-fraksi di DPR RI. “Kami yakin dan informasinya fraksi-fraksi akan mendukung amendemen undang undang ini,” ujarnya.

KPPU selama ini terus mengeluhkan keterbatasan wewenangnya yang kesulitan menekan praktik kartel, oligopoli, dan monopoli di Indonesia. Keterbatasan wewenang penggeledahan dan minimnya sanksi denda, menurut Sukarmi, menjadi pokok utama menjamurnya praktik persaingan usaha tidak sehat.

Sukarmi mencontohkan sanksi denda sebesar maksimal Rp 25 miliar yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku usaha. Nilai sanksi denda senilai ini, menurutnya, tidak ada artinya dibandingkan pendapatan korporasi yang bisa mencapai angka triliunan rupiah per tahun.

“Nilai Rp 25 miliar menjadi tidak terlalu besar untuk masa 10 hingga 20 tahun ke depan,” paparnya.

Selain juga kewenangan penggeledahan bagi pelaku kartel, oligopoli dan monopoli mampu mempertegas KPPU menjalankan tugasnya. Selama ini, KPPU hanya bisa meminta kelengkapan administrasi data pada pihak terlapor melakukan praktik kartel, oligopoli, dan monopoli.

“Bila ada dugaan kuat pelaku usaha melanggar bisa segera dilakukan penggeledahan. Untuk mencari barang bukti seperti kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi,” tuturnya.

Saat ini, Sukarmi mengakui penolakan sudah bermunculan terutama dari pelaku usaha diwakili Apindo dan Kadin. Mereka terang-terangan menolak dengan dalih pengesahan amendemen Undang-Undang No 5 berdampak negatif pertumbuhan investasi dan dunia usaha di Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Keluhan pengusaha

 

Sehubungan keluhan sektor usaha ini, Sukarmi menilai kekhawatiran sektor usaha dalam negeri berlebihan menyikapi soal amendemen Undang-Undang No 5. Menurutnya, undang-undang ini hanya berusaha menciptakan iklim dunia usaha sehat tanpa ada praktik kartel, oligopoli, dan monopoli.

“Kalau tidak melakukan kecurangan usaha kenapa juga harus takut ?” tegasnya.

Indonesia memang sudah waktunya punya undang-undang tegas yang mengatur soal persaingan tidak sehat. Praktik kartel, oligopoli, dan monopoli, kata Sukarmi berdampak dengan kenaikan harga harga kebutuhan masyarakat.

“Kalau korupsi berdampak tidak langsung dinikmati masyarakat tapi soal persaingan usaha akan terdampak langsung adalah masyarakat. Harganya akan melambung tinggi dan masyarakat kesusahan,” ujarnya.

Salah satu putusan terbaru soal praktik kartel dilakukan produsen air kemasan, Aqua, PT Tirta Investama dan distributor PT Balina Agung Perkasa. KPPU menjatuhkan denda Rp 13,8 miliar pada Tirta Investama dan Rp 6,3 miliar pada Balina Agung Perkasa.

Sukarmi mengatakan, korporasi air kemasan Aqua terbukti mengintervensi toko-toko agar tidak memperdagangkan produk rival, Le Minerale. PT Tirta Fresindo Jaya selaku produsen air kemasan ini melayangkan somasi dan diteruskan dengan laporan pada KPPU.