Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik pada perdagangan Kamis ke level tertinggi sejak Mei 2015 karena kekhawatiran mengenai risiko gangguan pasokan akibat kerusuhan yang terjadi di Iran dan penurunan persediaan di AS.
Mengutip Reuters, Jumat (5/1/2018), harga minyak Brent yang merupakan patokan internasional, ditutup naik 23 sen menjadi US$ 68,07 per barel setelah mencapai level tinggi di US$ 68,27 pada sesi sebelumnya.
Sedangkan harga minyak mentah AS menetap naik 38 sen menjadi US$ 62,01 per barel, setelah sebelumnya menyentuh US$ 62,21 per barel, tertinggi sejak Mei 2015.
Advertisement
Baca Juga
Persediaan minyak di AS turun lebih dari perkiraan melanjutkan penarikan persediaan secara konsisten yang telah terjadi sebelumnya, meskipun stok minyak sulingan dan bensin mengalami kenaikan.
Cuaca yang ekstrim di AS terus mendorong kenaikan harga minyak karena para pelaku pasar melihat bahwa kebutuhan akan bahan bakar terus meningkat. Kebutuhan akan minyak pemanas terus naik.
"Ini sangat sesuai dengan apa yang kita perkirakan pada pertengahan 2017 lalu," jelas Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData di Louisville, Kentucky.
Selain itu, protes anti pemerintah di Iran yang terjadi sejak pekan lalu juga mendorong kenaikan harga minyak. Negara produsen minyak terbesar ketiga ini menambah risiko geopolitik terhadap harga minyak.
Namun memang, menurut beberapa sumber, konflik di Iran tersebut belum mengganggu proses produksi negara tersebut termasuk juga belum menurunkan jumlah ekspor minyak mentah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: