Liputan6.com, Jakarta Pendiri dan mantan bos Uber Travis Kalanick berencana untuk menjual 29 persen kepemilikan sahamnya di perusahaan transportasi tersebut. Sumber yang enggan disebut namanya menyebut, nilai saham yang akan dijual Kalanick mencapai US$ 1,4 miliar atau Rp 18,7 triliun.
Penjualan saham yang dilakukan Kalanick merupakan bagian dari kesepakatan yang dilakukan Uber dengan Softbank. Adanya penjualan ini juga bakal meningkatkan valuasi perusahaan menjadi US$ 48 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (6/1/2018), Kalanick memang sudah berkeinginan untuk menjual setengah dari kepemilikan sahamnya di Uber. Namun adanya kesepakatan antara Uber dan pembeli membuatnya harus mengurangi jumlah saham yang ia jual.
Sayang, saat berita ini diturunkan pihak Uber belum berkenan untuk memberikan pernyataan terkait hal tersebut.
Sebelumnya, sebanyak 15 persen saham Uber ini telah diakuisisi SoftBank. Sebagai gantinya, Uber akan mendapat kucuran investasi dari perusahaan raksasa Jepang tersebut sebanyak lebih dari US$ 7 miliar atau setara Rp 94,5 triliun (kurs US$1=Rp 13.500).
Saham yang dibeli Softbank tersebut berasal dari pemegang saham dan investor terdahulu Uber. Pada Kamis lalu, Softbank menyelesaikan penawaran tendernya untuk membeli saham Uber dengan kesepakatan senilai US$ 48 miliar atau setara Rp 648 triliun.
Â
Suntik Dana
Tak hanya itu, seperti dilaporkan CNNMoney, SoftBank juga menyuntik modal dalam bentuk dana segar US$ 1,25 miliar untuk Uber. Pembelian ini akan memicu perubahan pada perusahaan aplikasi transportasi online itu yang saat ini tengah sibuk menghadapi tuduhan kejahatan, gugatan hukum dan keluhan terhadap kultur kerja.
Kedua perusahaan mengkonfirmasi kabar akuisisi tersebut. Penyelesaian transaksi akan selesai pada Januari 2018.
Sementara itu, Travis Kalanick melepas jabatan CEO Uber pada Juni 2017. Hal ini ia lakukan setelah sekelompok investor menuntut pengunduran dirinya.
Desakan itu disebabkan investigasi internal yang mengungkapkan sejumlah kasus pelecehan seksual, diskriminasi dan berbagai masalah lain di internal Uber.
Advertisement