Liputan6.com, Jakarta Tingkat pengembalian cadangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia turun. Kondisi ini menunjukan jumlah sumber migas yang diproduksi jauh lebih besar dari pengembalian cadanganya.
Lalu apakah kondisi ini menandakan sumber migas Indonesia akan habis?
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan, saat ini penemuan cadangan migas baru belum menunjukan kemajuan, malah jumlahnya semakin menurun.
Advertisement
Baca Juga
Dia mencontohkan, dari 1 barel minyak yang diproduksi, tingkat pengembaliannya hanya 0,6 barel.
"Penemuan kita memang belum berdampak, malah makin kurang. Kita menyedot 1 barel, kita hanya menemukan penggantinya sekitar 0,6 barel. Jadi cadangan kita sedikit turun," kata Ego, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Ego mengungkapkan, penurunan tingkat pengembalian cadangan migas tersebut, bukan berarti cadangan migas Indonesia sudah habis.
Di Indonesia terdapat 128 cekungan basin sementara yang baru digarap hanya 40 sampai 45 persen, sehingga masih ada potensi besar yang belum tergarap.
"Apa cadangan kita betul-betul habis? Tidak. 128 cekungan cadangan migas kita, baru total 40-45 persen yang betul-betul kita sentuh baik untuk eksplorasi, yang sudah diproduksi atau tidak menghasilkan apa-apa," tutur Ego.
Dia mengungkapkan, pemerintah akan meningkatkan pengembalian cadangan migas, dengan melakukan lelang wilayah kerja migas dan perubahan penerapan mekanisme bagi hasil produksi migas dari cost recovery menjadi gross split.
Penerapan bagi hasil migas gross split akan menggairahkan iklim investasi kegiatan pencarian migas. Hal ini sudah terbukti dengan diminatinya 5 wilayah kerja atau blok migas dari lelang tahap pertama 2017.
"Kita harapkan tahun depan reserve replacement-nya bertambah. Dengan lelang WK migas, kita harapkan angka 0,6 barel naik terus hingga idealnya 1 barel," dia menandaskan.
SKK Migas Harap Kenaikan Harga Minyak Gairahkan Investasi Migas
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menginginkan investasi pada industri hulu migas kembali bergairah, saat harga minyak dunia mulai merangkak naik.
Wakil Kepala SKK Migas Sukendar mengatakan, ketika harga minyak dunia sudah menyentuh level US$ 59 sampai US$ 60 per barel, maka industri hulu atau pencariaan migas sudah mendapat keuntungan yang lumayan.
"Jadi kalau misalnya US$ 60, itu seharusnya sudah provide reasonable return untuk investor," kata Sukendar, di Kantor SKK Migas Jakarta, Jumat (5/1/2017).
Menurut dia, seharusnya dengan kenaikan harga minyak belakangan ini, investor kembali bergairah menanamkan modalnya pada kegiatan pencarian migas.
"Tapi kalau harga minyak di level US$ 60, ini menurut saya, bisa dapat (keuntungan) 20 persen lebih dikit. Jadi mestinya cukup-lah, 18, 22, 23, itu mestinya sudah atraktif bagi si perusahaan minyak," ujar Sukendar.
Dampak penurunan harga minyak masih dirasakan sampai 2017. Hal ini ditunjukan dengan tidak tercapainya target investasi hulu migas.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan, realisasi investasi 2017 sebesar US$9,33 miliar, jauh lebih rendah dari kesepakatan dalam rencana kerja anggaran sebesar US$12,29 miliar.
Dari jumlah tersebut, investasi untuk blok eksplorasi hanya sebesar US$180 juta, sebesar US$9,15 miliar untuk blok eksploitasi.
"Investasi eksplorasi masih kecil kedepan perlu ditingkatkan, tapi butuh dukungan berbagai pihak,"tutup Amien.
Advertisement