Liputan6.com, Jakarta - Para pekerja migran perlu mendapatkan pembekalan terkait literasi keuangan. Hal ini penting supaya mereka bisa mengelola penghasilannya dengan baik. Tidak hanya baik, pengelolaan remitansi yang tepat sasaran juga bisa memperbaiki taraf hidup pekerja migran dan keluarganya.
Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, belum banyak pekerja migran yang memiliki pengetahuan memadai terkait literasi keuangan. Padahal literasi keuangan diperlukan supaya remitansi yang dihasilkan bisa meningkatkan kesejahteraan mereka dan juga keluarganya.
“Pembekalan mengenai literasi keuangan bisa dilakukan pada saat mereka sedang menjalani pelatihan dan juga saat mereka sudah berhenti bekerja. Para pekerja migran harus tahu bagaimana menyimpan penghasilan yang aman, bagaimana mengelola penghasilan tersebut, misalnya untuk modal usaha, biaya pendidikan anak dan hal produktif lainnya,” terang Hizkia dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (10/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Selain pembekalan mengenai literasi keuangan, para pekerja migran juga harus dibekali keterampilan kerja. Hal ini akan sangat berguna saat mereka memutuskan untuk kembali ke Tanah Air dan tidak bekerja lagi di luar negeri.
Pembekalan keterampilan kerja juga diharapkan bisa menciptakan para wirausahawan baru yang turut serta menggerakkan perekonomian tempat tinggalnya dan ikut menciptakan lapangan kerja.
Pekerja migran, lanjut Hizkia, dalah tulang punggung keluarga dan desa mereka melalui remitansi senilai US$ 8 miliar per tahun. Bank Dunia memperkirakan remitansi ini telah menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia hingga sebesar 26,7 persen.
Mengingat sebagian besar dari pekerja migran adalah perempuan, remitansi turut memberi mereka status finansial yang lebih baik, dan pada akhirnya berkontribuasi pada kesetaraan gender.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nilai Remintansi
BNP2TKI mencatat nilai remitansi pekerja migran Indonesia terus mengalami penurunan. Pada 2015 nilainya mencapai US$ 9,42 miliar. Nilai ini mengalami penurunan pada 2016 menjadi US$ 8,85 miliar.
Pada periode Januari hingga September 2017, jumlah remitansi yang dihasilkan mencapai US$ 6,5 miliar atau setara dengan Rp 88,620 triliun.
“Dengan jumlah yang fantastis tersebut, walau ada penurunan sejak diberlakukannya moratorium ke 21 negara Timur Tengah, pembekalan literasi keuangan dan keterampilan akan sangat membantu para pekerja migran dalam mengelola penghasilannya secara lebih efektif,” ungkapnya.
Advertisement