Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus D.W. Martowardojo, dan Gubernur People’s Bank of China (Bank Sentral Tiongkok), Zhou Xiaochuan, menandatangani kesepakatan tentang Pendirian Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Beijing-Tiongkok pada 5 Januari 2018.
Kesepakatan ini merupakan tonggak sejarah penting dalam hubungan bilateral kedua bank sentral, dan sejalan dengan semakin pentingnya peran Tiongkok dalam perekonomian global dan kawasan, termasuk bagi Indonesia.
"Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Beijing diharapkan dapat semakin mengoptimalkan hubungan ekonomi dan keuangan kedua negara dan meningkatkan pemahaman tentang perkembangan dan kebijakan ekonomi dan keuangan di Tiongkok serta implikasinya bagi Indonesia," ujar Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo dalam keterangannya, Jumat (12/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sejalan dengan itu, pendirian Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Beijing akan semakin memperkuat kerja sama yang telah berjalan baik antara Bank Indonesia dengan People’s Bank of China.
Kantor Perwakilan juga akan memiliki peran penting sebagai kontak utama dan penghubung dengan People’s Bank of China, Badan Pemerintah Tiongkok lainnya, dan para pelaku pasar keuangan di Tiongkok.
Kantor Perwakilan di Beijing ini merupakan kantor perwakilan luar negeri yang ke-5 didirikan oleh Bank Indonesia selain yang saat ini sudah ada yakni di Tokyo (Jepang), Singapura, London (Inggris), dan New York (Amerika Serikat). (Yas)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
BI: Kurangi Penggunaan Dolar AS Untungkan Pelaku Usaha
Sebelumnya, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia sepakat mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi perdagangan bilateral antarnegara. Hal ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan ketiga negara tersebut terhadap dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, selama ini ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS masih sangat tinggi. Sebagai contoh, dalam kegiatan ekspor, 94 persennya masih menggunakan dolar AS.
"Oh tinggi sekali, 94 persen ekspor Indonesia masih menggunakan dolar, dan 76 persen dari impor Indonesia masih menggunakan dolar," ujar dia di Karangasem, Bali, Sabtu 23 Desember 2017.
Namun, dengan mulai mengurangi penggunaan dolar AS, diharapkan ketiga negara ini bisa lebih banyak memanfaatkan mata uang masing-masing dalam kerja sama bilateral seperti perdagangan dan investasi.
"Jadi kalau kita sudah mulai memperkenalkan mata uang rupiah atau ringgit, atau baht itu membuat di antara ketiga negara ini kalau melakukan kegiatan perdagangan ekspor-impor maupun investasi sudah bisa menggunakan mata uang lokalnya. Jadi ini mengurangi ketergantungan pada currency yang utama seperti dolar," kata dia.
Selain itu, dengan mengurangi penggunaan dolar AS, juga bisa memberikan dampak kepada pelaku ekonomi di dalam negeri.
"Tapi selain itu tujuannya diversifikasi, tujuannya adalah untuk mengurangi biaya sehingga kaum pedagang maupun pelaku ekonomi bisa menerima manfaat. Yang terakhir, ini baik untuk pendalaman pasar keuangan sehingga mata uang rupiah atau ringgit dan baht lebih digunakan sendiri," ujar dia.
Advertisement