Liputan6.com, Beijing - China melaporkan kinerja ekspor pada 2017. Tercatat neraca perdagangan China mencapai US$ 422,5 miliar sepanjang 2017.
Ekspor China naik 10,8 persen dan impor melonjak 18,7 persen pada 2017. Kinerja tersebut dalam bentuk yuan. Sementara itu, dalam bentuk dolar AS, impor naik 15,9 persen dan ekspor naik 7,9 persen. Hal itu berdasarkan data Bea Cukai China.
Ekspor China menguat didukung pemulihan ekonomi global. Meski data perdagangan China kuat, namun ada banyak kekhawatiran terhadap kesehatan ekonominya. Hal itu mengingat tingkat utang tinggi, gelembung aset dan perlambatan sektor industri.
Advertisement
Huang Songping, Juru Bicara Bea Cukai mengatakan, pertumbuhan ekspor China akan sulit berada di angka dua digit. Demikian mengutip laman CNBC, Jumat (12/1/2018).
Baca Juga
Berdasarkan survei Reuters, ekonom memperkirakan, ekspor berdenominasi dolar AS akan naik 9,1 persen pada Desember, atau melambat dari pertumbuhan 12,3 persen pada November.
China mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) mencapai US$ 275,81 miliar pada 2017. Angka ini meningkat dari posisi 2015 di kisaran US$ 260,8 miliar.
Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu membukukan surplus US$ 25,55 miliar pada Desember 2017 dibandingkan November 2017 di kisaran US$ 27,87 miliar.
Perdagangan dengan China sensitif secara politis lantaran ekonomi terbesar kedua di dunia alami surplus terhadap banyak mitra dagangnya. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berulang kali memberikan isyarat tindakan lebih keras lantaran praktik tidak adil lantaran defisit perdagangannya lebih besar dengan China.
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga meminta akses lebih besar ke pasar China untuk perusahaan Prancis. Sebelumnya Reuters melaporkan kalau target pertumbuhan ekonomi China sekitar 6,5 persen pada 2018.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Ekonomi China Bakal Jadi Terbesar
Sebelumnya, laporan terbaru The Centre for Economics and Business Research (CEBR) mengungkap jika China diprediksi mampu menggeser Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian teresar di dunia pada 2032.
Dalam riset tahunan tersebut menyebutkan pula, India akan bisa mengalahkan perekonomian Inggris dan Prancis di akhir tahun depan.
Laporan berjudul World Economic League Table itu menempatkan perekonomian India di urutan kelima pada 2018. Ini lebih tinggi dari Prancis yang berada di urutan keenam dan Inggris di urutan ketujuh.
Sebelumnya, CEBR memprediksi China akan menjadi perekonomian terbesar dunia pada 2031. Namun dengan kondisi pemerintahan Donald Trump yang dinilai tidak terlalu parah seperti yang prediksi sebelumnya, CEBR menurunkan prediksinya selama setahun.
"Karena dampak Presiden Trump terhadap perdagangan tidak terlalu parah seperti perkiraan, AS akan mempertahankan mahkota globalnya setahun lebih lama dari yang kami perkirakan dalam laporan terakhir," kata CEBR dalam laporannya seperti dikutip dari Dailymail, Kamis 28 Desember 2017.
Selain China, di tahun 2032 nanti India juga dinilai mampu menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia. Diikuti dengan Jepang di peringkat empat dan Jerman di peringkat lima.
Negara-negara di Asia akan terus mendominasi perekonomian global dalam lima belas tahun mendatang.
Ekonom senior yang juga penulis laporan Oliver Kolodseike mengatakan, pada tahun 2032 tren menarik akan muncul yakni lima dari sepuluh ekonomi terbesar akan berada di Asia. Sementara ekonomi Eropa turun dari peringkat dan AS kehilangan posisi teratas.
"Teknologi dan urbanisasi akan menjadi faktor penting yang mengubah ekonomi dunia selama 15 tahun ke depan," tukas dia.
Jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom pada akhir Oktober menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2018 tampaknya akan sedikit meningkat menjadi 3,6 persen. Lebih tinggi dari pertumbuhan tahun ini yang berada di angka 3,5 persen.
Advertisement