Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak ada uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk mengimpor beras khusus. Meskipun beras khusus tersebut akan dijual di dalam negeri dengan harga setara dengan beras medium.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pembelian beras asal Vietnam dan Thailand tersebut dilakukan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Dana yang disiapkan untuk impor tersebut telah disiapkan oleh PPI.
"Tidak ada dana APBN, itu pasti. PPI itu menjadi pintu sehingga kita bisa mengatur. Mereka bisa bermitra dengan pengusaha beras," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Advertisement
Selain itu, meski merupakan beras khusus, harga beras tersebut lebih murah dibandingkan beras medium yang dijual di Indonesia. Oleh sebab itu, dengan dijual setara dengan medium akan tetap memberikan keuntungan.
"Di sana lebih murah. Dan kita sudah sepakati untung tidak boleh gede-gede. Dan harus dijual (dengan harga) medium. Kalau rugi dikit nanti kita kasih lagi yang lain," ujar dia.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk membuka keran impor beras khusus. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan beras di dalam negeri dan sebagai salah satu langkah untuk menekan harga beras di pasaran.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya akan membuka impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Beras tersebut rencananya akan mulai masuk pada akhir Januari 2018.
"Untuk mengisi gap ini, saya tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan saya mengimpor beras khusus. Yang diimpor 500 ribu ton, start awal," ujar dia.
Enggar mengungkapkan, beras tersebut akan dipasok dari dua negara, yaitu Thailand dan Vietnam. Namun, dia memastikan beras yang diimpor tersebut bukan jenis beras yang sudah mampu diproduksi di Indonesia.
"Dari berbagai negara yang ada. Dari Vietnam, Thailand, kita masukkan.‎ Beras yang tidak ditanam di dalam negeri. ‎Beras IR64 tidak kami impor, tetapi kami memasok beras impor," kata dia.
Menurut dia, impor beras dilakukan guna mengisi pasokan beras di dalam negeri sambil menunggu masa panen pada Februari-Maret 2018. Dengan adanya tambahan beras impor ini diharapkan tidak ada kekhawatiran soal kelangkaan dan kenaikan harga beras.
"Kita sambil menunggu karena panen ada setiap hari, hanya jumlahnya yang berbeda, diperkirakan Februari-Maret akhir baru ada. Dengan demikian, maka tidak ada kekhawatiran kekurangan pangan. Masalah perut, masalah pangan itu menjadi prioritas, jangan kita mengambil risiko dan ada pertentangan, petani juga konsumen. Dia juga harus memberi beras dan tidak boleh ada kekosongan pasokan," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Impor Beras Bikin Harga Gabah Petani Anjlok
Sebelumnya, pemerintah berencana membuka keran impor beras khusus untuk menurunkan harga beras yang tengah melambung. Namun, langkah impor ini dinilai justru akan membuat petani semakin menderita.
‎Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, sebenarnya gejala kenaikan harga beras sudah terasa sejak November 2017. Namun sayangnya, pemerintah tidak memiliki persiapan untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Sebenarnya gejala kenaikan harga beras sudah lama terlihat sejak bulan November, tapi persiapan kurang," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat, 12 Januari 2018.
Dengan baru dibukanya keran impor saat ini, dia memperkirakan akan berdampak pada anjloknya harga beras petani saat musim panen mendatang. Sebab, pada Februari-Maret mendatang akan ada panen raya di dalam negeri.
‎"Imbasnya kalau impor beras jelas akan merugikan petani. Sekarang di beberapa daerah mulai masa tanam, tapi pasar nanti diguyur beras impor. Mana ada petani yang mau tanam padi? Harga gabah dalam tiga bulan ke depan pasti jatuh di saat petani panen," kata dia.
Menurut Bhima, jika mengutip data Kementerian Pertanian (Kementan), pada Maret 2018 produksi padi diprediksi kembali meningkat sebesar 11,9 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan ketersediaan beras sebanyak 7,47 juta ton, sementara konsumsi hanya sebesar 2,5 juta ton.
Dari jumlah tersebut terdiri dari lahan panen di Jawa Barat seluas 222.186 hektare, Jawa Tengah 335.723 hektare, Jawa Timur 237.626 hektare, dan provinsi lainnya 842.856 hektare, sehingga total luas wilayah panen mencapai 1.638.391 hektare.
"Artinya surplus 4,971 ton. Itu data Kementan semua.‎ Kalau surplus kenapa harus impor. Padahal bulan Maret nanti produksi beras prediksi Kementan mencapai puncaknya," tandas dia.
Advertisement