Sukses

Larangan Cantrang Mulai Berlaku, Begini Keluh Kesah Nelayan

Perbankan seharusnya bisa memberikan keringanan dan kemudahan persyaratan demi membantu para nelayan.

Liputan6.com, Jakarta Sudah lebih dari tiga tahun Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjabat. Banyak kebijakan yang sudah dikeluarkan, salah satunya pelarangan penggunaan cantrang demi melindungi kekayaan laut Indonesia.

Lantas sejauh mana perkembangan penggunaan cantrang ini bagi nelayan?

Beberapa nelayan merasa kebijakan ini masih belum pro kepada nelayan kecil. Seperti diungkapkan Rasmudi, nelayan asal Batang, Jawa Tengah. Dia mengaku termasuk salah satu dari nelayan Batang yang tidak menerima manfaat dari kebijakan ini.

"Memang KKP memberikan bantuan gillnet, tapi itu kenyataannya tidak bisa dipakai, dan bantuannya juga terbatas. Jadi, sekarang kami banyak yang menganggur," kata dia kepada Liputan6.com, Sabtu (13/1/2018).

Meski KKP telah bekerja sama dengan perbankan untuk memfasilitasi nelayan yang tak mendapatkan bantuan gillnet, itu dinilai tidak memberikan dampak yang signifikan.

Menurut dia, perbankan seharusnya bisa memberikan keringanan dan kemudahan persyaratan demi membantu para nelayan.

"Prosesnya kan pakai jaminan, kita penuhi pakai jaminan, tapi ya prosesnya berbelit-belit, sampai sekarang tidak ada yang cair di sini," tambah dia.

Hal serupa juga diungkapkan Agus Mulyono, nelayan asal Lamongan, Jawa Timur. Menurut dia, kebijakan pelarangan cantrang ini merupakan salah satu kebijakan yang penerapannya tidak dilakukan kajian mendalam terlebih dahulu.

Dia mengaku, nelayan di sekitar wilayahnya saat ini memiliki area penangkapan di Laut Jawa, yang relatif sasaran tangkapannya adalah ikan dengan ukuran kecil, sedangkan gillnet yang disumbangkan tersebut tidak cocok digunakan untuk itu.

"Gimana mau digunakan, itu alat cocok hanya untuk kapal-kapal besar, kalau kapal-kapal di bawah 10 GT ya tidak bisa," tambah dia.

Untuk itu, dia meminta Menteri Susi untuk mengkaji ulang kebijakan larangan penggunaan cantrang tersebut. "Kami ini nelayan bukan butuh alat, tapi butuh kesejahteraan. Jadi jangan dijadikan bahan coba-coba, dikasih alat yang enggak bisa digunakan. Kita-kita itu juga punya anak istri yang harus dibiayai," dia menandaskan. 

Larangan penggunaan cantrang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Pengunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pernah menyatakan, pelarangan cantrang dan menggantinya dengan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan bukan untuk menghambat pendapatan para nelayan.

Susi menyatakan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) fokus pada keberlanjutan sumber daya perikanan. Untuk itu, dirinya mengeluarkan aturan larangan penggunaan cantrang dan menggantinya dengan alat tangkap lain.‎

"Pemerintah betul-betul serius menangani keberlanjutan dari pada produksi perikanan tangkap terutama selain kita merambah ke budi daya. Jadi, Bapak-Bapak Ibu-Ibu pengalihan alat tangkap ini bukan untuk membatasi penangkapan atau rezeki Bapak-Bapak. Bukan," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Jumat (25/8/2017).

Menurut Susi, dengan peralihan cantrang ke alat tangkap lain justru membuat pendapatan nelayan meningkat. Sebab, ikan yang ditangkap adalah ikan berukuran besar yang harganya jauh lebih tinggi ketimbang ikan-ikan kecil yang ditangkap menggunakan cantrang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Pelarangan Pemakaian Cantrang Berlaku 1 Januari

Pemanfaatan alat tangkap ikan cantrang dilarang mulai Senin, 1 Januari 2018. Lantaran, pemanfaatan alat tangkap ini dianggap merusak ekosistem laut.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rifky Effendi Hardijanto menegaskan, mulai 1 Januari 2018 tidak ada lagi tawar-menawar soal larangan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan. Nelayan di seluruh Indonesia tak boleh memakai alat tangkap tersebut.

"Cantrang selesai sudah, tidak perlu dibahas lagi. Pada 1 Januari 2018 pelarangannya diterapkan, jadi artinya cantrang tidak boleh beroperasi di Indonesia," ujar dia, seperti ditulis di Jakarta, Senin (1/1/2018).

Pihaknya menyadari, kebijakan ini tak seluruhnya diterima oleh nelayan. Namun, menurut dia kebijakan tersebut harus berlaku.

‎"Ya protes bisa saja, tapi kita bikin aturan harus ditaati, harus diikuti oleh rakyat. Kalau tidak ada yang setuju biasa, tetap saja harus ditaati. Negara kalau tidak ada aturannya ya mau bagaimana," ungkap dia.

Memang, Rifky juga mengakui, masih ada nelayan yang belum memiliki alat tangkap lain sebagai pengganti cantrang‎. Namun, KKP akan terus memberikan solusi bagi nelayan agar tetap bisa mencari ikan.

"Ya kalau ada 1-2 case nanti kita selesaikan case by case. pasti ada yang belum selesai, tapi kan tidak signifikan," tutur dia.

Â