Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan terus meningkatkan keselamatan penerbangan di Papua, mulai dari modernisasi sistem maupun perangkat navigasi, perpanjangan landasan pacu atau runway bandara, sampai rampcheck.
Upaya ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan penilaian atau audit yang akan dilakukan Uni Eropa pada 12-21 Maret 2018.
Baca Juga
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kemenhub, Agus Santoso, setelah menggelar pertemuan dengan Direktur Kelaikudaraan Pengoperasian Pesawat Udara (KPPU), Muzzafar Ismail, serta 23 manajemen maskapai penerbangan di wilayah Papua dan Papua Barat. Pertemuan ini berlangsung di kantor UPBU Bandara Sentani, Jayapura, seperti dikutip Sabtu (13/1/2018).
Advertisement
"Kita mengumpulkan sekitar 23 maskapai penerbangan di Papua ini untuk memberikan pemahaman bahwa mereka harus memenuhi semua aturan keselamatan penerbangan sipil (CASR) nasional dan annex 1-19 dari ICAO. Semua akan diperiksa," kata Agus saat berbincang dengan wartawan.
Menurutnya, pertemuan ini sangat penting karena Uni Eropa meminta syarat tambahan untuk mencabut larangan penerbangan (ban) bagi seluruh maskapai Indonesia ke Uni Eropa. Pernyataan tersebut diutarakan Uni Eropa kepada Kemenhub saat kunjungan ke Eropa beberapa waktu lalu.
"Mereka (Uni Eropa) akan mengaudit atau penilaian 12-21 Maret ini. Mereka tahu di mana rantai-rantai terlemah dari penerbangan Indonesia, makanya mereka menargetkan Papua dan Papua Barat sebagai titik penilaian," Agus menjelaskan.
Alasannya diucapkan Agus, karena perhatian pemerintah Indonesia dianggap Uni Eropa tidak fokus pada pengembangan bandara di Papua, termasuk dari aspek keselamatannya, seperti kasus kecelakaan pesawat yang banyak terjadi di Papua dan Papua Barat.
Lebih jauh diungkapkan Agus, Uni Eropa akan melakukan audit atau penilaian terhadap enam maskapai penerbangan di Papua, yaitu Sriwijaya Air, Lion Air, Batik Air, Wings Air, Indonesia AirAsia X, dan Spirit Aviation Sentosa (SAS).
"Tapi tidak menutup kemungkinan yang diaudit bukan cuma maskapai tersebut, tapi juga yang lainnya diperiksa. Jadi kita harus mempersiapkan diri supaya hasil audit positif dan mampu membuka larangan terbang dari Uni Eropa," tegasnya.
Saat ini, diakui Agus, Indonesia sudah mempunyai bekal untuk menghadapi penilaian dari Uni Eropa pada Maret mendatang. Kemajuan itu, antara lain kenaikan peringkat Indonesia dalam kategorisasi otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA AS) dari kategori 2 menjadi kategori 1.
Selain itu, nilai implementasi ICVM USOAP ICAO yang mencapai 81,15 persen, melebihi rata-rata dunia yang hanya 60 persen. Bahkan indikator navigasi dalam kepatuhan keselamatan (safety comply) sudah mencapai 86 persen.
"Ini saatnya menagih kembali ke Uni Eropa untuk mencabut larangan terban yang sudah diterapkan ke Indonesia selama 10 tahun," Agus menegaskan.
Simulasi Penerbangan di Alaska
Adapun persiapan Kemenhub dalam menghadapi audit Uni Eropa di Papua Maret mendatang, kata Agus, memodernisasi navigasi 109 bandara di Papua, seperti memasang radar canggih DS-B (Automatic Dependen Surveillance Broadcast).
Upaya lainnya memperpanjang landasan pacu bandara di Papua dari 300 meter menjadi 900 meter, dan menambah sumber daya manusia yang andal, serta mengevaluasi aturan bandara harus teregistrasi untuk seluruh destinasi penerbangan perintis.
"Jadi kita benahi bandara di Papua karena selain suatu kewajiban bagi kita atas instruksi Presiden, juga untuk menghadapi audit Uni Eropa. Kita juga akan melakukan banyak rampcheck di lapangan bukan untuk mencari-cari kesalahan operator, tapi untuk memperbaiki penerbangan nasional," terang Agus.
Selain itu, dia bilang, Kemenhub akan membuat simulasi penerbangan seperti di Alaska. "Saya akan buat simulasi task (penerbangan) seperti yang ada di Alaska. Karena kondisi geografis Alaska dan Papua mirip. Nanti ini jadi komparasi," paparnya.
Advertisement
Cabut RI dari Daftar Hitam Uni Eropa
Menurut Agus, audit dari Uni Eropa dan hasilnya sangat penting untuk Indonesia untuk menghilangkan citra buruk maskapai-maskapai penerbangan nasional. Karena selama satu dekade, Uni Eropa mem-black list maskapai Indonesia terbang di langit Uni Eropa.
"Dulu itu dicapnya (larangan penerbangan) negaranya. Kita ingin membela kepentingan nama baik Indonesia. Kalau sudah dirilis hasilnya, sebetulnya tidak ada black list lagi buat maskapai kita ke sana. Dalam 10 tahun, status (daftar hitam) maskapai dicabut satu per satu, tapi status negaranya belum dilepas," tegas Agus.
Jika nantinya Uni Eropa mencabut larangan penerbangan tersebut, Agus pun tidak dapat menjamin seluruh maskapai penerbangan nasional akan masuk ke negara-negara kawasan Uni Eropa.
"Semua bisa (masuk) tapi tidak semuanya mau karena kan hitung-hitungan juga. Garuda Indonesia saja cuma Amsterdam dan London. Sudah ada 10 maskapai yang acc untuk terbang ke Uni Eropa untuk dilepas ban-nya," tukas Agus.