Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menyerahkan data produksi beras ke Badan Pusat Statistik (BPS). Hal tersebut untuk menanggapi masalah data produksi beras yang diduga menjadi akar masalah tingginya harga di pasaran.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan hal itu usai membuka Rapat Kerja Nasional Pertanian Tahun 2018 di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (15/1/2018).
"Data serahkan BPS kita satu pintu. Yang terpenting adalah kita melihat tidak ada impor jagung masuk di Indonesia 2017," kata dia.
Advertisement
Baca Juga
Menanggapi perdebatan data pasokan beras, Amran menggunakan hitungan kasar. Dia mengatakan, musim tanam berlangsung pada Oktober. Jadi, dengan umur padi sekitar tiga bulan, maka panen akan terjadi pada Januari.
"Logika sederhana ya Oktober hujan, sepakat? Umur padi tiga bulan. Daripada kugunakan data, daripada diperdebatkan kita hitung-hitungan di lapangan. Oktober hujan, berarti tanam. Umur padi tiga bulan, Oktober, November, Desember, berarti Januari ada panen," ujar dia.
Selanjutnya, panen akan terus berlangsung dan mencapai puncaknya pada Februari.
"Ada ya, kalau ada berarti ada, Februari lihat. Kalau normal, Februari masuk panen puncak. Februari, Maret April," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Data Tak Akurat Bikin Harga Beras Naik
Sebelumnya, pemerintah melalui Kemendag membuka keran impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Impor tersebut dilakukan guna menjamin tersedianya pasokan beras di dalam negeri dan menurunkan harga beras di pasaran. Harga beras naik diduga karena data produksi beras yang tak akurat.
Pengamat Pertanian dan juga Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan, masalah harga beras naik seharusnya bisa diredam jika terdapat data yang jelas. Selama ini, harga beras sering naik karena data produksi dan konsumsi tak jelas.
"Jadi kebijakan pangan didasarkan pada data yang tidak akurat selama ini," jelas dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu 14 Januari 2018.
Dampak dari data yang tak akurat ini kemudian merembet karena Kemendag harus impor. Dibukanya keran impor beras ini akan merugikan petani lokal. Sebab, beras yang diimpor tersebut diperkirakan baru akan masuk berbarengan dengan masa panen petani pada Maret 2018.
"Keputusan impor sekarang ini akan menghancurkan harga gabah di level usaha tani, di saat panen raya pada Maret. Dan keputusan impor ini tidak akan berpengaruh besar terhadap harga, kecuali hanya secara psikologis," ujar dia.
Meski Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan beras impor tersebut akan masuk pada akhir Januari, Andreas tidak yakin beras tersebut akan masuk sesuai jadwal. Pasalnya, waktu pengiriman dari negara asal beras ke Indonesia setidaknya membutuhkan waktu 1,5 bulan.
"Karena dari port (pelabuhan negara asal beras) to port (ke pelabuhan di Indonesia) sekitar tiga minggu, dengan negosiasi perdagangannya itu butuh satu minggu kalau bisa cepat. Itu sudah satu bulan. Belum loading dan uploading, kemudian juga distribusi. Sehingga totalnya butuh waktu 1,5 bulan," kata dia.
Dengan perhitungan itu, lanjut dia, maka 500 ribu ton beras khusus tersebut baru ‎akan masuk ke Indonesia pada Maret atau bertepatan dengan musim panen di dalam negeri. Kecuali, jika sebelumnya memang telah ada kesepakatan untuk melakukan impor beras.
"Artinya beras impor ini akan masuk di akhir Februari atau di awal Maret. Ya tidak mungkin (masuk di akhir Januari). Kecuali sudah ada negosiasi sebelumnya. Berasnya sudah ada di tengah laut. Kalau baru diputuskan sekarang ya tidak mungkin akhir Januari, mau dipercepatan kaya apa pun. Kecuali mau diterbangkan dengan pesawat ke Indonesia," jelas dia.
Advertisement