Sukses

Polemik Gillnet Vs Cantrang di Mata Nelayan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan bahwa penggunaan 21 alat tangkap ikan seperti cantrang tidak ramah terhadap biota laut.

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan nomor 71/2016 menetapkan bahwa penggunaan 21 alat tangkap ikan seperti cantrang tidak ramah terhadap biota laut. Di sisi sebaliknya, kaum nelayan berpendapat kebijakan tersebut juga tidak ramah kepada mereka.

Nelayan berpendapat, meskipun Kementerian Kelautan dan Perikanan telah memberikan gillnet sebagai pengganti cantrang, namun alat tangkap baru tersebut justru banyak merugikan mereka secara biaya.

"Gillnet ini biayanya mahal, total satu kapal bisa sebesar Rp 1,5 miliar. Kalau biaya cantrang sih kurang lebih cuman Rp 500 juta," ujar Rasmudi (35), seorang nelayan asal Tegal kepada Liputan6.com pada Rabu (17/1/2018).

Seorang nelayan lainnya asal Lampung yakni Adimun (50) mengungkapkan, gillnet itu sudah terhitung mahal jika dilihat dari harga jaringnya saja.

"Untuk 1 kg jaring itu sekitar Rp 180 ribu. Kalau ditotalkan semuanya, untuk jaringnya saja, itu kira-kira Rp 600 juta, belum hitung-hitungan lainnya," keluhnya.

Adimun juga mengatakan, waktu penggunaan gillnet yang biasa dilakukan malam hari turut menimbulkan konflik lain. "Kita yang pakai gillnet jadinya bentrok sama nelayan kecil, mereka juga kan keluarnya malam," imbuh dia.

Demi menegaskan pendapat-pendapat nelayan tersebut, Nyoto selaku perwakilan Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) menuturkan, pihaknya telah berkali-kali melakukan uji petik terhadap cantrang, dan terbukti alat tangkap tersebut aman untuk biota laut.

"Kita sudah lima kali membuktikan lewat uji petik, bahkan sudah membuat video yang diviralkan di sosial media, bahwa cantrang itu ramah lingkungan," serunya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Nelayan dan Bupati Datang ke Istana Bahas Larangan Cantrang

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan sejumlah perwakilan nelayan serta kepala daerah ke Istana siang ini. Pemanggilan tersebut terkait dengan keluhan para nelayan soal larangan penggunaan cantrang yang mulai berlaku 1 Januari 2018.

Bupati Tegal Enthus Susmono mengatakan, kebijakan Menteri Susi terkait pelarangan cantrang telah merugikan masyarakat nelayan di wilayahnya dan sejumlah wilayah lain. Oleh sebab itu, dalam pertemuan ini dirinya berharap ada jalan tengah dari pelarangan cantrang tersebut.

"Saya kabupaten tegal, tidak ada nelayan cantrang, nelayannya tradisional semua. Jadi ini Bapak Presiden mau menjembatani, seperti pertemuan di kabupaten tegal, ini solusinya bagaimana," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/1/2018).

Enthus mengungkapkan, selama ini ada dua persepsi soal definisi cantrang. Menteri Susi menganggap jika cantrang yang dipakai nelayan sama dengan trawl yang memang sudah dilarang sejak lama.

"Dalam rangka yang kemarin cantrang kan ada dua persepsi. Yang diutarakan kan catrang, bahwa cantral itu bukan trawl. Tapi kan Bu Susi mengatakan cantrang dengan trawl itu sama, cuman beda pengucapan tok. Kalau orang Jawa mengatakan cantrang, kalau umum mengatakan trawl‎," jelas dia.

Selain mengadu soal cantrang, para nelayan dan kepala daerah tersebut juga mengeluhkan soal perizinan kapal.

‎"Kemudian tentang sampai 27 rangkap izin kapal, itu yang Pak Jokowi enggak suka kan itu, kok sampai 27 lapis, mungkin nanti akan dipraktikan menjadi berkurang, hari ini," tandas dia.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut Walikota Tegal, Bupati Batang, Bupati Rembang dan Bupati Pati.