Sukses

BI: Impor Beras Bisa Jaga Inflasi Januari 2018

Kementerian Perdagangan membuka keran impor beras sebesar 500 ribu ton.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memperingatkan pengaruh kenaikan harga beras di pasar mampu menjadi penggerak inflasi pada Januari 2018. Untuk itu, pemerintah diminta untuk segera mengambil langkah supaya inflasi bisa dikendalikan.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menjabarkan setidaknya ada dua penggerak utama untuk laju inflasi pada bulan pertama di 2018 ini, selain beras juga komoditas holtikultura.

"Dua hal itu perlu diwaspadai. Hingga minggu ke dua bulan ini year on year-nya 3,20 persen inflasi," kata Dody di Bank Indonesia, Kamis (18/1/2018).

Untuk itu, faktor ketersediaan stok dan kelancaran distribusi menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan dalam waktu dekat. Karena beras menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat, sehingga kenaikan harga beras sangat berdampak kepada laju inflasi.

Di sisi lain, Dody mengapresiasi upaya pemerintah dalam membuka keran impor beras. Hal ini diharapkan mampu menjadi instrumen dalam menjaga laju inflasi pada Januari 2018.

"Kalau dilihat dari sisi produksi, kemungkinan musim panen masih akan sama dibandingkan tahun lalu. Jadi kebijakan impor akan membantu menambah pasokan demi menjaga inflasi," tambahnya.

Bank Indonesia sendiri menargetkam laju inflasi sepanjang 2018 akan terjaga di angka 2,5-4,5 persen.

https://www.vidio.com/watch/1241889-stok-beras-nasional-dinilai-cukup-rizal-ramli-tidak-perlu-impor-beras-fokus-pagi

 

2 dari 2 halaman

Impor Beras Khusus

Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka keran impor beras. Beras tersebut merupakan beras khusus dari Thailand dan Vietnam dengan jumlah mencapai 500 ribu ton. Lantas seperti apa beras khusus tersebut?

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, beras khusus tersebut bisa bermacam-macam jenisnya, seperti beras jasmine, beras ponni, beras basmati dan lain sebagainya. Namun dia memastikan beras yang diimpor tersebut bukan jenis IR64 yang diproduksi di Indonesia.

"Kualitasnya masuk kategori beras khusus. Sesuai dengan Permendag Nomor 1 Tahun 2018. Yang pasti bukan masuk kategori IR64. Dia ada ponni, beras jasmine, termasuk beras lain-lain yang mempunyai tingkat kepecahan di bawah 5 persen," ujar dia.

Selain itu, Enggar juga menyatakan beras yang diimpor ini bukan jenis basmati. Beras tersebut memang rutin diimpor untuk kebutuhan hotel dan restoran, tetapi bukan bagian dari beras khusus yang akan dibuka tersebut.

"Kalau Pakistan dan India nanti beras basmati, karena mereka produksi basmati. Dan itu ada segmen pasarnya khusus. Itu di luar 500 ribu. Yang makan basmati juga tidak banyak, yang makan orang-orang India, Pakistan, tidak besar," tandas dia.