Liputan6.com, Jakarta Tingkat optimisme sektor bisnis dunia pada tahun ini berada di level tinggi mencapai 58 persen. Tingginya optimisme bisnis tersebut terdorong tiga kekuatan ekonomi dunia, yakni Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang.
Lengkapnya, Amerika Serikat mencatat optimisme bisnis di angka 74 persen, naik dari tahun lalu yang hanya 54 persen. Sementara Tiongkok mencatat angka tertinggi di satu dekade terakhir, yakni 78 persen. Adapun Jepang berada di level 3 persen, yang menjadi angka positif pertama dalam tiga tahun terakhir bagi Negeri Matahari Terbit itu.
Demikian hasil survei global terbaru dari Grant Thornton International Business Report (IBR) yang dirilis, Jumat (19/1/2018).
Tingginya tingkat optimisme tersebut mendorong banyak perusahaan di dunia menambah jumlah pekerja demi memenuhi permintaan pasar, meski tren automasi di segala sektor usaha sedang berlangsung.
IBR menyebutkan jika optimisme bisnis ini sejalan dengan iklim permintaan yang cukup sehat. Indikasinya adalah proporsi perusahaan yang khawatir atas pelemahan permintaan turun mencapai titik terendah sepanjang satu dekade survei IBR hanya 23 persen.
Hasil survei IBR berdasarkan wawancara kepada lebih dari 2.500 pejabat di jenjang eksekutif, managing director, chairman atau eksekutif senior lainnya dari semua sektor industri. Wawancara ini berlangsung sepanjang November dan Desember 2017.
2 dari 2 halaman
Harga Naik
Hasil menarik lainnya, perusahaan-perusahaan tak ragu menaikkan harga. Dari hasil survei, 36 persen perusahaan akan melakukannya pada tahun ini. Sementara 50 persen perusahaan optimistis memperoleh keuntungan yang lebih besar atau meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya.
Tingginya optimisme bisnis tersebut disikapi dunia usaha dengan peningkatan rencana perekrutan lebih banyak pekerja sehingga mampu mencetak rekor tertinggi dalam kurun waktu satu dekade terakhir, yakni mencapai 40 persen. Ini naik 11 persen dibanding tahun sebelumnya.
Akan tetapi, hal cukup kontras tampak dari jumlah pelaku bisnis yang berencana meningkatkan investasinya pada pembangunan pabrik dan mesin di 2018 yang hanya sebesar 36 persen. Angka ini hanya naik 3 persen dari tahun sebelumnya. Ini tergolong rendah, jika dibandingkan kenaikan rencaran perusahaan merekrut lebih banyak pekerja.
Di sisi lain, hasil survei juga mencatat rencana perusahaan menambah investasi di sektor teknologi pada kuartal akhir 2017, menurun menjadi 44 persen dibandingkan kuartal sebelumnya 47 persen.
Meski berbagai indikator masih menunjukkan tren positif dan potensi peningkatan usaha cukup tinggi, Grant Thornton mengingatkan pentingnya keseimbangan investasi dan mengambil langkah signifikan untuk meningkatkan produktivitas.
“Meskipun tren mesin menggantikan manusia kerap digaungkan, cara mudah dan cepat untuk meningkatkan kapasitas dan memenuhi permintaan pasar adalah dengan mempekerjakan lebih banyak orang,” ujar Francesca Lagerberg, Global Leader Network Development Grant Thornton, dalam keterangan persnya di Jakarta.
Akan tetapi, kata dia, hal tersebut hanyalah solusi sementara. Seiring berkurangnya jumlah pengangguran, kian sulit menemukan pekerja baik dari sisi kuantitas, maupun kualitas untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas.
Dia juga menekankan pentingnya efisiensi pada proses bisnis agar usaha bisa terus tumbuh. Lonjakan optimisme serta ekspektasi meraih keuntungan tinggi saat ini berada di titik puncak, sejak krisis keuangan global. Perusahaan harus menghindari segala sesuatu yang bersifat jangka pendek dan meningkatkan investasi untuk pertumbuhan jangka panjangnya.
"Jika tidak, euforia 2018 akan menyisakan masalah di tahun-tahun berikutnya,” lanjut dia.
Menurunnya investasi perusahaan pada teknologi pada tiga bulan terakhir cukup mengkhawatirkan mengingat teknologi adalah salah satu keunggulan kompetitif bagi dunia usaha.
"Pergerakan menuju automasi lewat teknologi memang mengancam model usaha tradisional. Namun, di sisi lain dapat dipandang sebagai peluang untuk menjadi lebih produktif dan berkesinambungan. Mereka yang mampu menerapkan formula tersebut akan berhasil mengamankan posisi terbaik di saat ekonomi global turun dari level tertinggi saat ini,” pungkas Lagerberg.
Advertisement