Sukses

Pemerintah AS Tutup, Ini Dampak Ekonominya

Hal yang terjadi ini tentu akan berimbas besar terutama dalam bidang ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat (AS) harus menghadapi kenyataan pahit setelah Partai Demokrat dan Partai Republik gagal mencapai kesepakatan akhir dalam pembahasan anggaran pemerintah. Pemerintah negara adidaya ini harus berhenti beroperasi pada Jumat 19 Januari 2018 tepat satu tahun setelah Presiden Donald Trump dilantik menjadi presiden.

Pemberhentian operasi pemerintah (government shutdown) memang bukanlah hal pertama yang terjadi di AS. Akan tetapi, hal yang terjadi ini tentu akan berimbas besar terutama dalam bidang ekonomi.

Dilansir dari CNNMoney, Sabtu (20/1/2018) saat pemerintah AS berhenti beroperasi pada 2013 lalu, sebanyak 850 ribu pegawai federal dirumahkan. Total, diperkirakan 6,6 juta hari kerja juga hilang.

Ratusan ribu pekerja kontrak antara lain tukang bersih-bersih, tukang kebun, insinyur hingga ilmuwan bakal dirumahkan sementara. Taman nasional dan museum juga akan tutup selama masa pemberhentian operasi tersebut.

Pada shutdown 2013, Internal Revenue Service kehilangan 90 persen stafnya, demikian menurut Center for American Progres.Akibatnya, pengembalian pajak (tax refund) senilai US$ 4 miliar tertunda.

Lebih lanjut, hanya staf penting pemerintah yang menangani keamanan publik dan keamanan nasional yang akan terus bekerja saat pemerintah tidak beroperasi. Mereka mencakup lebih dari 1,3 juta orang yang bertugas aktif di militer. Mereka akan diminta bekerja namun tidak akan dibayar sampai anggaran diperbaharui.

Pemberhentian operasi Pemerintah AS pada 2013 merupakan yang paling merugikan sepanjang sejarah. Diperkirakan, pada 2013 lalu Pemerintah AS kehilangan US$ 20 miliar. Tak hanya itu, akibat tidak ditemukannya jalan tengah pembahasan anggaran, Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat juga tergerus 0,3 persen pada kuartal kala itu.

Hal ini karena pegawai pemerintahan menyumbang kontribusi yang signifikan pada pendapatan perekonomian AS. Menurut laporan PDB Amerika serikat, kontribusi pegawai ini mencapai US$ 1,1 triliun.

Sebelumnya, Pemerintah Amerika Serikat dinyatakan berhenti beroperasi setelah para senator memblokir RUU untuk memperpanjang anggaran pemerintah sampai 16 Februari. RUU tersebut membutuhkan 60 suara dari 100 anggota Senat, tapi gagal karena hanya mendapatkan 50 suara dukungan.

Sebagian besar anggota Partai Demokrat menentang RUU tersebut karena mereka masih mengupayakan anggaran perlindungan bagi ratusan ribu imigran muda. Perundingan sengit yang terjadi antara Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell dan pemimpin Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer pada menit-menit terakhir tidak membuahkan hasil.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Pemerintah AS Shut Down

Terhitung sejak Jumat tengah malam, 19 Januari 2018, pemerintah Amerika Serikat shut down alias berhenti beroperasi.

Senat AS gagal menghasilkan kesepakatan terkait anggaran. Karena itu, terhitung sejak Jumat, 19 Februari 2018 tengah malam, pemerintah Amerika Serikat tak punya dana untuk menjalankan pemerintahan.

Meski shut down pernah terjadi sebelumnya, seperti dikutip dari CNN, ini adalah kali pertama menimpa pemerintahan yang didukung partai yang berkuasa di Kongres sekaligus Gedung Putih.

Gedung Putih dan Donald Trump langsung menyalahkan pihak lawan, Partai Demokrat.

"Malam ini, mereka (Demokrat) mementingkan politik di atas keamanan nasional, keluarga militer, anak-anak kita yang rentan, juga kemampuan negara kita untuk melayani semua orang Amerika," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Sarah Sanders, dalam pernyataannya sesaat sebelum tengah malam.

Sebelumnya, Demokrat tidak mau memberi dukungan kecuali jika ada solusi atas persoalan imigrasi dan prioritas belanja tertentu lainnya.

"Kami tidak akan menegosiasikan status imigran yang melanggar hukum, sementara Demokrat menyandera warga negara kita dan mengajukan tuntutan sembrono."