Sukses

Harga Beras Masih Tinggi, Kementan Salahkan Distribusi

Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan pada Januari ini telah memasuki masa panen padi.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan pada Januari ini telah memasuki masa panen padi. Bahkan hingga akhir bulan, produksi beras petani diperkirakan mencapai 2,8 juta ton.

Meski telah memasuki masa panen, namun harga beras di pasaran masih tinggi. Lantas apa alasannya?

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi mengatakan, sebagian kecil beras produksi petani sudah mulai masuk ke pasaran. Namun jumlahnya masih sedikit.‎

"Bulan ini sudah masuk, tapi belum banyak. Mungkin akhir Januari paling banyak," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (22/1/2018).

Menurut dia, lambatnya proses masuknya beras petani ke pasaran karena setelah panen masih ada sejumlah tahap yang harus dilewati seperti proses pengeringan, penggilingan hingga distribusi.

"Panen itu kan ada proses pengeringan, penggilingan, distribusi. Jadi butuh waktu. Biasa semingguan, kalau itu langsung ke pasar. Kalau ada tukang menyimpan (menimbun), ya repot juga," kata dia.

Selain itu, lanjut Agung, komponen pembentuk harga beras di pasaran bukan hanya produksi, tetapi juga distribusi dan selera (preferensi) pasar. ‎

"Pembentuk harga bukan hanya dari produksi. Ini keliru. Kalau harga tinggi karena produksi rendah. Bukan begitu. Jadi pembentuk harga ada tiga, yaitu pertama, produksi. Kedua, distribusi. Kalau bisa diproduksi tapi distribusinya lambat, harga pasti naik. Dihambat atau terlambat karena cuaca, transportasi, macet, ombak besar. Dan ketiga, preferensi market, mereka bisa men-drive harga. Jadi tiga hal ini yang harus dipahami," jelas dia.

Agung menyatakan, dari sisi produksi sebenarnya tidak ada masalah. Namun yang justru perlu menjadi perhatian adalah soal proses distribusi.

‎"Jadi yang saya nilai jelek ini distribusinya, ini masih kurang lancar dan ini harus diperbaiki. Dari sisi produksi tidak masalah, tapi distribusinya ini yang tidak semudah yang dibayangkan. Yang dibayangkan panen kemudian langsung masuk ke pasar. Padahal ini kan butuh waktu," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Harga Beras Masih Tinggi

Masyarakat mengeluhkan masih tingginya harga beras di pasar tradisional. Padahal, komoditas pertanian ini merupakan makanan pokok yang sulit tergantikan bahan makanan lain.

Seperti diungkapkan Rahma (40), salah satu pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dia mengaku harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli beras.

Rahma mengatakan, biasanya hanya cukup mengeluarkan uang sekitar Rp 9.000-Rp 9.800 per liter untuk mendapatkan beras ramos. Namun kini, dia harus membeli beras dengan kualitas yang sama seharga Rp 11.500-Rp 12 ribu per liter.

"Biasanya yang Rp 9.000-an itu sudah bagus. Tapi sekarang beras kan lagi mahal. Sekarang kalau mau dapat yang bagus harganya Rp 11 ribuan. Yang Rp 10 ribu saja masih dapat yang jelek," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Pasar Minggu, Jakarta, Senin (22/1/2018).

 

3 dari 3 halaman

Warna Kuning

Menurut dia, harga beras yang Rp 10 ribu lebih jelek karena warnanya agak kekuning-kuningan dan bulirnya kecil. Sedangkan beras yang bagus yaitu standar medium IR64 berwarna putih dan pulen. Namun harganya saat ini dibanderol lebih dari hampir Rp 12 ribu per liter.

"Kalau yang bagus itu warnanya putih, dia lebih bersih. Dulu Rp 9.000 sudah dapat yang kaya gitu, sekarang sudah Rp 11 ribuan," kata dia.

Sementara itu, Safrudin, salah satu pedagang beras di Pasar Minggu menyatakan, untuk harga beras IR64 memang sudah sangat tinggi.

Saat ini jenis beras tersebut dengan kualitas yang paling baik dibanderol Rp 13.000 per liter. Sedangkan beras yang paling mahal yaitu beras Muncul atau Rojolele yang dijual hingga Rp 15.500 ribu per liter.

"Harganya ada macam-macam, tapi memang lagi naik, terutama yang medium itu. Katanya ada operasi pasar juga belum ada pengaruhnya, harga masih tinggi di sini," tandas dia.