Liputan6.com, Jakarta - Menghadapi keberadaan Revolusi Industri 4.0 yang merupakan ekspansi dunia digital dan internet ke sektor industri serta perekonomian, pemerintah menyiapkan berbagai langkah untuk mengakomodir anak bangsa agar bisa terbawa arus zaman tersebut.
Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Perekonomian Yulius mengatakan, kehadiran Revolusi Industri 4.0 tampaknya tidak bisa dihindari lagi.
"Revolusi Industri 4.0, sama seperti Globalisasi, mau tidak mau ada dan harus dihadapi," ujar dia di acara 'Diskusi Publik: Tantangan Penurunan Ketimpangan Ketenagakerjaan Indonesia' di Tjikini Lima, Jakarta pada Selasa (23/1/2018).
Advertisement
Dia menuturkan, pemerintah tengah berupaya menyiapkan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) masa depan untuk menghadapi revolusi industri keempat itu.
Baca Juga
"Adanya Revolusi Industri 4.0 juga akan memunculkan pekerjaan baru. Kita harus menyiapkan anak-anak muda bangsa agar bisa menyesuaikan diri. Pertanyaannya, Bagaimana cara menyiapkan anak muda ini?" tanya dia.
Yulius memaparkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu sempat mengundang beberapa pelaku industri lokal, dan bertanya mengenai hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan anak muda demi menyambut kemajuan zaman tersebut.
"Presiden beberapa saat lalu sempat memanggil pelaku industri lokal seperti pemilik Go-jek dan Tokopedia, lalu menanyakan apa saja yang harus dipersiapkan anak muda (demi menyambut Revolusi Industri 4.0). Mereka menjawab, anak muda kita harus diajari Bahasa Inggris sejak awal," tutur dia.
Selain bekal kemampuan Bahasa Inggris, hal lainnya yang harus dipersiapkan adalah keberadaan ahli bahasa pemrograman atau coding. "Di Indonesia ini masih sedikit sekali yang menguasai coding. Kita masih harus impor tenaga ahli (coding) dari luar," ujar Yulius.
"Bekal lainnya untuk menghadapi Revolusi Industri keempat yaitu leadership atau kepemimpinan, komunikasi, serta kreativitas. Kreativitas ini juga kan yang kemudian menciptakan pelaku industri baru seperti Go-jek dan Tokopedia itu," tutur dia.
Keberadaan Revolusi Industri 4.0, Yulius menuturkan, juga harus disikapi dengan memperbanyak barang dan produk industri buatan lokal. Tercatat, hanya sekitar 6 persen saja barang dan produk asli Indonesia yang tersebar di pasar dalam negeri.
"Artinya industri kita masih kalah dan tertinggal. Transaksi online itu kan adalah alat untuk menjual yang sifatnya offline. Percuma kalau kita online, tapi barang-barang yang ada di pasaran dari China semua," gerutunya.
"Barang di dunia itu tinggal ada dua, kalau tidak buatan luar, ya buatan China," ujar dia sembari bercanda.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Revolusi Industri 4.0 Bikin Ketimpangan Ekonomi Makin Tinggi?
Sebelumnya, World Economic Forum atau Forum Ekonomi Dunia akan berlangsung di Davos, Swis, pada 23-26 Januari 2018. Seiring dengan gelaran ekonomi terbesar tersebut, masyarakat dari berbagai dunia secara serentak melakukan kampanye yang mendesak komitmen pemerintah negaranya masing-masing untuk menurunkan ketimpangan ekonomi.
Program Manager International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Siti Khoirun Ni'mah mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi antar penduduk dunia saat ini tercatat sebagai yang terbesar sepanjang sejarah.
"Data dan fakta menunjukan, dunia kini mengalami ketimpangan tertinggi sepanjang masa. Hanya segelintir orang memiliki kekayaan setara dengan separuh penduduk dunia," ucapnya di Jakarta pada Selasa 23 Januari 2018.
"Kondisi serupa terjadi di Indonesia. Walaupun ketimpangan atau gini ratio yang diukur dari pendapatan terus menurun, tidak demikian dengan kekayaan. Kepemilikan harta antara golongan berpunya dengan yang berada di bawah itu jomplang," tambah dia.
Siti lalu memaparkan data terkait angka kekayaan atau kepemilikan harta secara nasional, di mana segelintir orang terkaya negara masih menjadi penyumbang terbesar keuangan Indonesia, hampir separuhnya.
"Selama lima tahun terakhir, 50 persen penduduk Indonesia kekayaannya turus turun, dari 3,8 persen dari total kekayaan nasional menjadi 2,8 persen. Sementara itu, 1 persen penduduk terkaya memiliki 45 persen dari total kekayaan nasional," jelasnya.
Terpantau, saat ini dunia tengah menghadapi perubahan corak produksi yang berbasis pada kemajuan teknologi. Perubahan yang dinamakan 'Revolusi Industri 4.0' tersebut akan menghasilkan jenis pekerjaan baru yang menuntut keterampilan dan keahlian tertentu.
"Untuk itu, segenap upaya penurunan ketimpangan haruslah berkelanjutan, salah satunya ketimpangan dalam mendapatkan akses atas pekerjaan yang layak," imbuh Siti.
Advertisement