Liputan6.com, Jakarta - Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia yang mengelola tambang emas dan tembaga di Papua akan berakhir pada 2021. Pemerintah didesak untuk menunggu masa kontrak selesai dan bisa menguasai tambang milik perusahaan asal Amerika Serikat tersebut ketimbang membeli 51 persen sahamnya.
Namun menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan apabila ingin mengambil alih pengelolaan tambang bawah tanah, seperti Grasberg dan Big Gossan dengan menyetop perpanjangan kontrak, pemerintah harus menunjuk kontraktor asing.
"Kalau tidak diperpanjang (kontrak), ada yang berpandangan bisa diserahkan ke kontraktor asing lain untuk mengelola. Tapi ada yang berpandangan diserahkan ke PT Aneka Tambang (Antam) Tbk," ujar Jonan saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis malam (25/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia pesimistis dengan kemampuan Antam mengelola tambang bawah tanah, penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia itu. Alasannya, Jonan mengaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan nasional tidak memiliki pengalaman mengelola tambang yang dinilai sangat kompleks tersebut.
"Kalau diserahkan ke Antam, saya yakin tidak bisa karena expertise-nya tidak pernah ada. Karena ini adalah tambang tembaga bawah tanah yang panjang terowongannya 700 km dan kita tidak pernah mengelola tambang sekompleks ini. Di dunia pun, ini one of the most kompleks engineering design yang pernah dibikin untuk tambang bawah tanah," tegas Jonan.
Dia mengatakan, saat ini upaya pemerintah adalah menguasai 51 persen saham Freeport Indonesia dengan harga paling wajar. Salah satu caranya dengan membeli hak partisipasi perusahaan asal Australia, Rio Tinto di tambang Freeport Indonesia sebesar 40 persen.
"Sebesar 40 persen hak partisipasi ini bisa dikonversi menjadi saham pada 2021 seiring dengan perpanjangan hak partisipasi antara Rio Tinto dan Freeport McMoran pada periode yang sama," kata Jonan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: