Liputan6.com, Jakarta Pesawat kepresidenan Amerika Serikat (AS) yang dikenal dengan nama Air Force One dilengkapi dengan berbagai fasilitas canggih agar bisa jadi kendaraan terbaik saat Presiden AS bepergian. Saat ini, pesawat kepresidenan tersebut akan mengalami renovasi minor biar mampu optimal dalam penggunannya.
Bagian kulkas di Air Force One akan mengalami penggatian. Meski terlihat sederhana, uang yang dikeluarkan Pemerintah AS untuk proyek ini ternyata tidak sedikit.
Dilansir dari Business Insider, Jumat (26/1/2018), pemerintah AS akan merogoh US$ 23 juta atau setara Rp 300 miliar untuk melakukan perbaikan ini. Kontrak proyek ini akan dibebankan pada perusahaan penerbangan Boeing.
Advertisement
"Air Force One memerlukan pergantian mesin pendingin di G12 dan G13 yang harus dilengkapi dengan kompartemen penyimpanan makan dingin," tulis kontrak tersebut.
Biaya yang besar ini tentu membuat sebagian besar orang berdecak heran. Namun menurut analis dari Defense One, uang dalam jumlah banyak itu wajar dikeluarkan pemerintah AS.
Pesawat kepresidenan yang juga berfungsi sebagai pusat komando nasional, harus bisa membawa makanan yang cukup selama berminggu-minggu tanpa pengisian ulang. Hal ini dilakukan sebagai cara penyelamatan presiden apabila terjadi sesuatu yang genting. Air Force One harus bisa membawa cadangan makanan 3.000 buah.
Tahun 2017 lalu jadi tahun ke-30 pesawat ini beroperasi. Menurut The Wall Street Journal, pesawat tersebu akan segera dipensiunkan. Angkatan Udara AS telah menyiapkan dana sebesar US$ 1,65 miliar untuk membeli gantinya.
Air Force One memiliki kemampuan untuk mengisi bahan bakar di udara, yang berarti bisa berada di udara tanpa batas. Meskipun fitur tersebut hanya akan digunakan dalam situasi darurat, Air Force One memiliki tutup bahan bakar khusus pada hidung pesawat, untuk memudahkan pengisian bahan bakar.
Pesawat ini juga memiliki kemampuan untuk terbang dengan kecepatan lebih dari 600 mil per jam (atau 92 persen dari kecepatan suara) - begitu cepat sehingga pernah pesawat tempur F-16 yang mengawal pesawat itu mengalami kesulitan menjaga dan harus meminta pilot pesawat untuk memperlambat laju pesawat.