Sukses

RI Raup US$ 10 Miliar dari Ekspor LNG ke 2 Negara

Indonesia akan ekspor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) ke Bangladesh dan Pakistan.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia meraup sekitar US$ 10 miliar atau sekitar Rp 133,11 triliun (asumsi kurs Rp13.311 per dolar Amerika Serikat) dari ekspor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) ke Pakistan dan Bangladesh. Jumlah volume ekspor LNG tersebut sebesar 1-1,5 juta ton per tahun (MTPA).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, ekspor gas alam ke Pakistan sebesar 1,5 juta ton per tahun (MTPA) selama 10 tahun. Penjualan itu pun dapat diperpanjang lima tahun.

"Total value di harga saat ini sekitar US$ 6 miliar ditambah opsi perpanjangan lima tahun," ujar Jonan, seperti ditulis, Minggu (28/1/2018).

Ia menambahkan, ekspor LNG ke Bangladesh sebesar 1 juta ton per tahun selama 10 tahun. Nilai ekspornya mencapai US$ 4 miliar.

Seperti diberitakan sebelumnya, ekspor LNG akan dilakukan perusahaan nasional masing-masing negara. Indonesia dilakukan Pertamina, Bangladesh oleh Petrobangla dan Pakistan oleh Pakistan LNG Limited.

Adapun ekspor LNG tersebut merupakan tindak lanjut dari perjanjian nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang telah diteken sebelumnya.

Sebelumnya, Pertamina menjajaki kerja sama dengan perusahaan migas asal Bangladesh Petrobangla untuk pembangunan infrastruktur gas di Bangladesh.

Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani mengatakan, Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman untuk menjajaki ekspor LNG  dan pembangunan infrastruktur gas.

"Ini baru awal kerja sama, dibuka kesempatan untuk pengembangan bisnis. Kami akan bicara lebih lanjut teknisnya nanti," ‎ kata Yenni di Jakarta pada 15 September 2017.

Pembangunan infrastruktur terebut di antaranya, fasilitas pengelolaan dan penyimpanan gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU)‎, mooring dan infrastruktur penerimaan gas, sub-sea dan pipa gas di darat ke jaringan gas alam.

Pertamina akan menggandeng ‎Petrobangla untuk membangun infrastruktur. "Saya kira hari ini milestone antara Pertamina dan Petrobangla, adanya kesempatan bagi kami untuk tawarkan proposal kerja sama seperti yang disampaikan untuk LNG power. Itu sudah kami sampaikan, siapa yang kerjakan itu kami lihat seara detail," ujar dia.

Chairman Petrobangla Abdul Mansur MD Faizullah berharap, ada kerja sama nyata setelah penandatanganan MoU. Lantaran saat ini Bangladesh mengalami kekurangan pasokan gas dan membutuhkan pembangunan infrastruktur penunjang.

"Semakin cepat semakin baik, jika kami bisa selesai pada April yang akan sangat baik untuk kami, karena FSRU akan mulai berfungsi mulai April 2018 untuk yang pertama. Kedua akan dimulai dari Oktober 2018, jadi pada saat itu kami bisa mengambilnya sekitar 7 juta ton gas per tahun," tutur Abdul.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

RI Bakal Ekspor LNG ke Bangladesh

Sebelumnya, Indonesia ‎akan memasok gas ke Bangladesh, untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik di negara tersebut. Guna menjembatani kerja sama ini, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MoU).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, nota kesepahaman ini menegaskan pihak Bangladesh untuk berdiskusi lebih lanjut terkait pembangunan fasilitas penerimaan dan infrastuktur Liquefied Natural Gas (LNG) Bangladesh, termasuk kemungkinan pasokan LNG spot dari Indonesia, dan menegaskan kesediaan Indonesia untuk memfasilitasi diskusi dengan produsen dan pemasar LNG Indonesia.

"Nota kesepahaman ini dilandasi hubungan baik antara Indonesia dan Bangladesh untuk melakukan kerja sama di bidang energi," kata Jonan, saat menghadiri MoU, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 15 September 2017.

Jonan mengungkapkan, rencana ekspor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) yang masih dalam tahap penjajakan tersebut akan dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dengan Badan usaha energi Bangladesh Petrobangla.

‎"Ini merupakan salah satu kerja sama pertama antara Pertamina dan badan usaha negara lain untuk pengadaan LNG," tutur Jonan

Sementara itu, Menteri Negara Listrik, Energi, dan Sumber Daya Mineral Bangladesh Nasrul Hamid, pihaknya terus berupaya mengatasi defisit pasokan LNG. Pada 2018, diperkirakan sekitar 1 juta ton per tahun dan akan meningkat menjadi sekitar 11 juta ton per tahun pada 2030.

Dengan adanya MoU tersebut, Nasrul berharap Bangladesh segera mendapat jaminan pasokan gas. Sebagian besar gas tersebut digunakan sebagai bahan bakar pembangkit ‎listrik di negaranya.

"Untuk memenuhi defisit gas tersebut, Pemerintah Bangladesh akan mengimpor LNG yang akan dilakukan oleh Petrobangla," tutur Nasrul.

Rencana ekspor gas alam cair yang masih tahap penjajakan itu akan dilakukan PT Pertamina (Persero) dengan Badan Usaha Energi Bangladesh Petrobangla.