Liputan6.com, Jakarta Sejak beberapa tahun lalu, gerai-gerai kopi mulai menjamur di Indonesia. Tidak hanya lokal, investor asing pun banyak membuka gerai kopinya di dalam negeri.
Salah satu merek gerai kopi asing yang terkenal di Indonesia yaitu Starbucks. Lantas, bagaimana kontribusi merek gerai kopi asal Amerika Serikat tersebut dalam menyerap produksi biji kopi asal Indonesia?
Ketua Umum Gabungan Eksportir Kopi Indonesia Hutama Sugandhi mengatakan, gerai kopi asing seperti Starbucks memang mengambil sebagian bahan baku kopinya dari Indonesia. Namun, biji kopi tersebut tidak langsung digunakan digerainya di dalam negeri, melainkan dikirim ke AS.
Advertisement
Baca Juga
"Starbucks itu mengambil biji kopi sebagian dari Indonesia, kemudian mereka campur di negara asalnya, kemudian diproses dan di kembalikan ke sini," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (28/1/2018).
Menurut dia, Starbucks lebih banyak mengambil biji kopi jenis Arabika, yang berasal dari wilayah Sumatera Utara. Jumlah biji kopi yang diserap oleh Starbucks mencapai 50 ribu ton per tahun.
"Jenisnya Robusta dan Arabika, tapi paling besar Arabika karena ke AS. Itu diambil dari daerah Sumatera Utara. Dia mengambil kurang lebih 40 ribu-50 ribu ton. Dia campur dengan kopi dari negara lain kemudian dikembalikan ke Indonesia," jelas dia.
Menurut Hutama, pasar Indonesia yang besar memang menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing yang bermain di sektor usaha gerai kopi. Terlebih saat ini meminum kopi sudah menjadi sebuah gaya hidup.
"Dengan adanya lifestyle membuat orang yang bukan peminum kopi jadi peminum. Kopi ini juga sehat," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Suatu Jenis Kopi Bisa Mahal, Apa Penyebabnya?
Kebiasaan minum kopi saat ini sedang menjadi tren di tengah masyarakat. Kedai-kedai kopi baru menjamur, menawarkan berbagai jenis kopi yang secara harga dan rasa berbeda. Berbicara soal harga, apa yang membuat suatu jenis kopi itu mahal?
Mikael Jasin, Marketing Manager dari St. Ali Coffee Jakarta mengatakan, harga kopi di pasar lelang ditentukan oleh beberapa hal, salah satunya karena popularitas di mata banyak orang.
"Harga kopi di pelelangan biasanya dimulai dari sekitar US$ 10 sampai US$ 150 per pound. Yang membedakannya secara harga itu dilihat dari beberapa hal, yaitu tergantung kualitas kopinya, tergantung skornya, dan kopi apa yang lagi ngetren," ujar dia ketika ditemui Liputan6.com di kantornya, Rabu (24/1/2018).
Dia turut memberikan contoh terkait Kopi Gunung Puntang, yang kini banyak dicari orang setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminumnya saat berkunjung ke Jawa Barat.
"Contohnya kopi lokal yang lagi ngetren banget, yang dari Gunung Puntang di Jawa Barat. Mulanya Jokowi lagi visit di daerah itu, dia coba, dan dia suka. Jadi aja semua orang pada coba cari dan laku," ungkap dia.
Perihal kualitas kopi, Mikael menjelaskan, itu bisa diukur dari tempat asalnya. "Kopi itu sama kaya wine, dia tergantung dari tanahnya, iklimnya, curah hujan, dan bagaimana cara bertaninya. Itu yang membuat kualitas suatu kopi berbeda," kata dia.
"Gayo biasanya lebih manis, kerinci yang beda tanahnya itu lebih fruity. Kopi dari tataran Sunda juga lebih fruity, tapi body-nya gak se-heavy yang kaya dari Sumatera," terang Mikael.
"Kalau yang diimpor tuh ada varietas Geisha, yang paling terkenal dari Panama. Itu sejenis kopi yang paling premium, nilainya paling tinggi, harganya mahal, karakternya lebih fruity," tambahnya.
Ketika ditanya terkait jenis kopi apa yang paling banyak dikonsumsi oleh pembeli saat ini, dia menuturkan kopi lokal masih yang paling banyak dicari.
"Konsumsi paling banyak kopi Indonesia. Pembeli mulanya mulai coba beli kopi lokal, karena secara harga jual dia lebih murah. Kalau sudah coba banyak, baru eksplorasi ke kopi-kopi yang lain," jelas dia.
Advertisement