Sukses

Harga Tak Kunjung Turun, Pemerintah Diminta Benahi Produksi Garam

Itu karena hingga saat ini harga garam konsumsi belum kembali normal sejak naik usai Idul Fitri 2017.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta untuk fokus membenahi produksi garam konsumsi di dalam negeri. Itu karena hingga saat ini harga garam konsumsi belum kembali normal sejak naik usai Idul Fitri 2017.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, sebelum Lebaran tahun lalu, garam kemasan 200 gram dijual dengan harga Rp 2.500. Namun saat ini harga garam untuk kemasan yang sama sekitar Rp 4.500.

"Harga tinggi, garam sebelum Idul Fitri tahun lalu harganya hanya Rp 2.500 per 200 gram. Sekarang sudah sekitar Rp 4.500," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (28/1/2018).

Padahal, lanjut dia, pada tahun lalu pemerintah telah membuka keran impor garam konsumsi sebesar 75 ribu ton. Namun buktinya impor tersebut tak kunjung membuat harga garam di pasaran mengalami penurunan.

‎"Ini harganya tidak turun-turun, meski waktu itu sempat impor. Itu sepertinya tidak masuk ke pasar, mungkin masuknya ke industri. (Sedangkan tingginya harga garam) Karena pasokannya menurun di pasaran," kata dia.

Oleh sebab itu, Mansuri meminta pemerintah untuk fokus dan serius membenahi masalah produksi garam nasional Dengan demikian, harga garam bisa diturunkan dan Indonesia tidak perlu lagi impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"(Kalau impor) Di evaluasi dulu, fokus dulu pada produksi di dalam negeri. Karena waktu itu sudah impor tapi juga percuma. Fokus benahi produksi dalam negeri," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kemendag Terbitkan Izin Impor Garam Industri 2,37 Juta Ton

Sebelumnya, Pemerintah sepakat untuk membuka keran impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton. Namun dari jumlah tersebut, baru 2,37 juta ton yang mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, penerbitan izin impor garam sebanyak 2,37 juta ton tersebut bukan mengacu pada hasil rapat di Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian‎ beberapa waktu lalu. Melainkan mengacu pada hasi rapat di Kemenko Bidang Kemaritiman pada Desember 2017.

"Sudah keluar (izin impornya). Jadi 3,7 juta ton yang ditetapkan di Kemenko Perekonomian, tapi saya belum dapat notulen resmi. Tapi yang sudah dapat notulen resmi saat saya rapat di Kemenko Maritim. (Volume?) 2,37 juta ton," ujar dia di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis 25 Januari 2018.

Izin impor sebanyak 2,37 juta ton tersebut diberikan untuk sekitar 21 perusahaan atau industri pengguna garam sebagai bahan baku.‎ ‎"(Izinnya terbit) Ya Januari itu lah. Rapatnya (di Kemenko Kemaritiman) 24 Desember 2017," lanjut dia.

Menurut dia, impor garam industri tersebut berasal dari banyak negara, tergantung dari kesepakatan importir. Namun mayoritas berasal dari Australia dan Thailand.

"Ada yang dari Australia, Thailand, tergantung yang mengusulkan, tanya ke importir karena dia punya pemasoknya dari mana. Yang menawarkan, Pakistan juga mengajukan. Cuma tergantung mereka mengajukannya dari mana," kata dia.

Meski yang sudah diterbitkan izin impornya hanya 2,37 juta ton, lanjut Oke, namun pihaknya masih membuka ruang bagi industri untuk kembali mengajukan impor garam, hingga batas yang disepakati yaitu sebesar 3,7 juta ton.

"Tergantung dari permohonan (importir). Cuma saya tidak boleh melebihi dari angka itu. (Masih bisa bertambah impornya?) Iya, kan baru 2,37 juta tonm Karena yang disetujui di Kemenko Maritim yang kita keluarkan," tandas dia.