Sukses

Pertamina Garap Proyek Listrik di Bangladesh Senilai Rp 26 T

PT Pertamina akan menggarap proyek kelistrikan terintegrasi di Bangladesh. Investasi nilai proyek ini sekitar Rp 26,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) bekerja sama dengan Bangladesh Power Development Board (BPDP) melakukan pembangunan proyek listrik terintegrasi di Bangladesh. Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU).

Penandatanganan MoU dilakukan oleh Vice President (VP) Power New Renewable Energy Pertamina, Ginanjar dengan Chairman of BPDP Khaled Mahmood. Hal ini disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Republik Bangladesh Sheikh Hasina di Dhaka, Bangladesh, baru-baru ini.

VP Communication Pertamina,‎ Adiatma Sardjito, mengatakan kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari MoU sebelumnya di sektor energi yang diteken Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Ministry of Power, Energy and Mineral Resources of the People’s Bangladesh pada 15 September 2017.

Dalam kerja sama Pertamina dan Bangladesh, Pertamina akan membangun dan mengembangkan proyek terintegrasi di Bangladesh, yang terdiri atas Independent Power Producer (IPP) Combined Cycle Gas Turbine (CCGT) Power Plant dengan kapasitas 1.400 Megawatt (Mw).

"Proyek ini nantinya akan terhubung dengan fasilitas penerima LNG yang terdiri dari Floating Storage and Regasification Unit (FSRU), infrastruktur mooring, dan off loading, serta jalur pipa gas baik sub-sea maupun onshore," kata Adiatma di Jakarta, Senin (29/1/2018).

Dalam proyek terintegrasi, BPDB akan bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan oleh fasilitas terintegrasi tersebut. Adapun nilai investasi dari proyek antara Pertamina dan BPDB diperkirakan sebesar US $ 2 miliar atau sekitar Rp 26,3 triliun.

"Proses penyelesaian konstruksi fasilitas ini akan membutuhkan waktu tiga tahun setelah tahap financial closing dicapai. Rencananya konstruksi akan dimulai pada 2019," ucap Adiatma.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

RI Ekspor Gas Alam Cair ke Bangladesh

Indonesia akan mengekspor gas alam cair (Liquified Natural‎ Gas/LNG) ke Bangladesh dan Pakistan sebesar 1-1,5 juta ton per tahun (MTPA). Untuk ekspor LNG akan dilakukan perusahaan nasional masing-masing negara. Indonesia dilakukan Pertamina, Bangladesh oleh Petrobangla dan Pakistan oleh Pakistan LNG Limited.

"LNG disalurkan dari Pertamina ke Pakistan dan Bangladesh, masing-masing 1-1,5 MTPA," kata Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/1/2018).

Menurut Arcandra, ekspor LNG tersebut merupakan tindak lanjut dari perjanjian nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang telah diteken sebelumnya. Kontrak pengiriman LNG kedua negara tersebut dilakukan dalam jangka watu 10 tahun dengan total nilai US$ 12 miliar.

"Masing-masing nilainya US$ 6 miliar, itu data yang saya terima," tutur Arcandra.

Sebelumnya, Pertamina menjajaki kerja sama dengan perusahaan migas asal Bangladesh Petrobangla untuk pembangunan infrastruktur gas di Bangladesh.

Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani mengatakan, Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman untuk menjajaki ekspor gas dan pembangunan infrastruktur gas.

"Ini baru awal kerja sama, dibuka kesempatan untuk pengembangan bisnis. Kami akan bicara lebih lanjut teknisnya nanti," ‎ kata Yenni di Jakarta pada 15 September 2017.

Pembangunan infrastruktur terebut di antaranya, fasilitas pengelolaan dan penyimpanan gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU)‎, mooring dan infrastruktur penerimaan gas, sub-sea dan pipa gas di darat ke jaringan gas alam.

Pertamina akan menggandeng ‎Petrobangla untuk membangun infrastruktur. "Saya kira hari ini milestone antara Pertamina dan Petrobangla, adanya kesempatan bagi kami untuk tawarkan proposal kerja sama seperti yang disampaikan untuk LNG power. Itu sudah kami sampaikan, siapa yang kerjakan itu kami lihat seara detail," ujar dia.

Chairman Petrobangla Abdul Mansur MD Faizullah berharap, ada kerja sama nyata setelah penandatanganan MoU. Lantaran saat ini Bangladesh mengalami kekurangan pasokan gas dan membutuhkan pembangunan infrastruktur penunjang.

"Semakin cepat semakin baik, jika kami bisa selesai pada April yang akan sangat baik untuk kami, karena FSRU akan mulai berfungsi mulai April 2018 untuk yang pertama. Kedua akan dimulai dari Oktober 2018, jadi pada saat itu kami bisa mengambilnya sekitar 7 juta ton gas per tahun," tutur Abdul.