Sukses

Banyak Kecelakaan di Proyek Infrastruktur, Ini Kata Menteri PUPR

Pembangunan infrastruktur Indonesia masih tertinggal dari negara lain sampai saat ini.

Liputan6.com, Jakarta Percepatan pembangunan infrastruktur dinilai bukan menjadi penyebab kecelakaan konstruksi. Terutama terkait penerapan jam kerja sebanyak 3 shift per hari.

Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Menurut dia, jam kerja sebanyak 3 shift yang selama ini berlaku pada proyek infrastruktur dikerjakan kelompok orang yang berbeda.

"3 shift itu bukan orang sama semua. 3 shift itu 3 tim yang orangnya lain, 3 kelompok, 3 tim yang orangnya berbeda," kata dia di Kementerian PUPR Jakarta, Senin (29/1/2018).

Dia menambahkan, pembangunan infrastruktur Indonesia masih tertinggal sampai saat ini dibanding negara lain. 

Sebagai contoh di China, pembangunan jalan tol bisa sampai ribuan kilometer (km) per tahun. Sementara di Indonesia, pembangunan 1.000 km membutuhkan waktu 5 tahun.

"Disambung sedikit, menurut saya percepatan yang kita lakukan belum apa-apa. Kalau kita bandingkan negara lain yang mengerjakan infrastruktur jauh lebih cepat mereka. Sering disampaikan Pak Presiden kalau di Tiongkok jalan tol 1 tahun 4.000-5.000 km. Kita ini 5 tahun 1.000 km. Jadi kebalik," ungkapnya.

Sebab itu, Basuki mengatakan, perlu adanya inovasi untuk mengejar ketertinggalan. Jika tidak, Indonesia akan semakin tertinggal dibanding negara lain.

"Salah satunya SDM, seperti yang vlog-nya Bapak Presiden. Kita harus mengejar kualitas, kualitas itu tidak hanya material, equipment-nya, metodenya, spesifikasinya, teknologinya, tapi yang penting lagi SDM-nya. Jadi SDM-nya harus berkompeten, dalam rangka kompetensi inilah disertifikasi," tukas dia.

Tonton Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Kadin: Ada Lebih 10 Kasus Kecelakaan Konstruksi dalam 6 Bulan

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong upaya pencegahan kecelakaan konstruksi di Indonesia. Hal ini menyusul banyak terjadinya kasus kecelakaan kerja di sektor infrastruktur yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur, Erwin Aksa mengatakan, pada periode ‎Agustus 2017 sampai Januari 2018, tercatat telah terjadi lebih dari 10 kasus kecelakaan konstruksi di proyek infrastruktur yang mengakibatkan beberapa pekerja meninggal dan menderita cidera.

Hal tersebut sejalan dengan data BPJS bahwa konstruksi merupakan sektor industri penyumbang terbesar dalam hal angka kecelakaan kerja di Indonesia.

“Apabila pengawasan dan jaminan keselamatan kerja serta kualitas infrastruktur kurang menjadi perhatian, maka akan memengaruhi kelancaran pekerjaan dan sangat merugikan semua pihak seperti misalnya pemilik, kontraktor, konsultan maupun tenaga kerja itu sendiri,” ujar dia di Kantor Kadin, Jakarta, Kamis (25/1/2018).‎‎‎

Menurut dia, maraknya kasus kecelakaan dalam proyek konstruksi yang terjadi hampir berturutan menjadi peringatan bagi semua pihak terkait aspek keselamatan dan kecelakaan kerja yang kurang mendapat perhatian.‎

Padahal dalam Permen PU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Sistem Manajemen K3 Konstruksi sudah telah diatur setiap proyek yang tidak memenuhi standar keamanan dan keselamatan akan dikenai sanksi dari surat peringatan sampai penghentian pekerjaan.

“Kami harapkan ada solusi segera dari semua akar permasalahan kecelakaan konstruksi yang terjadi akhir-akhir ini, agar menjadi perhatian bagi para kontraktor. Karena apabila izinnya dicabut, secara tidak langsung akan menghambat pembangunan infrastruktur yang sedang digenjot oleh pemerintah. Dampaknya akan merugikan semua pihak seperti pemerintah sebagai pemilik, kontraktor, dan masyarakat yang semakin panjang terganggu aktivitasnya akibat adanya pembangunan infrastruktur," jelas dia.‎

Selain itu, untuk menjamin adanya keselamatan kerja juga perlu adanya tenaga terampil dan berpengalaman guna memastikan setiap proyek yang digarap berjalan lancar mutlak diperlukan.

Pada 2017, lanjut dia, baru sekitar 150 ribu tenaga ahli yang tersertifikasi di semua level, baik perencana, pengawas, maupun pelaksana proyek. Idealnya, jumlah tenaga ahli ini sekitar 500 ribu-750 ribu orang, hal ini akan menjadi tantangan bagi para kontraktor dan asosiasi.

"Perusahaan-perusahaan kontraktor nasional yang kini sedang berkejaran dengan waktu penyelesaian berbagai proyek infrastruktur seyogianya turun tangan langsung memastikan pengawasan dan jaminan keselamatan kerja serta kualitas infrastruktur di lapangan,” tandas dia.