Sukses

Cerita Bos Inalum soal Rumitnya RI Rebut 51 Persen Saham Freeport

PT Inalum menyatakan untuk menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia, Indonesia harus menghadapi proses rumit.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), Budi Gunadi Sadikin menyatakan, untuk menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia harus menghadapi proses rumit. Alasannya tidak hanya melibatkan anak usaha Freeport McMoran itu.

Budi mengungkapkan, Freeport Indonesia menjalin komitmen dengan beberapa pihak terkait kepemilikan saham. Di antaranya hak partisipasi dengan Rio Tinto sebesar 40 persen dalam pengelolaan tambang Grasberg di Papua. Karena itu untuk memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia cukup rumit.

"Realisasi kondisi kepemilikan PT Freeport Indonesia sekarang cukup kompleks ya ternyata, karena ada keterkaitan pihak yang lain, enggak hanya Freeport Indonesia," kata Budi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/1/2018).

Menurut Budi, pemerintah harus mengurai permasalahan tersebut, dengan berkoordinasi ke pihak-pihak yang memiliki komitmen agar 51 persen saham Freeport bisa dikuasai Indonesia.

‎"Jadi kalau kita mau mengambil 51 persen, kita mesti melibatkan semua orang yang terkait dengan kepemilikan saham ini. Kalau enggak, enggak bisa tercapai target 51 persen itu," tutur mantan Dirut Bank Mandiri itu.

Namun ketika ditanyakan cara detail penyelesaian masalah tersebut, Budi belum bisa menyebutkan. Dia hanya menjamin komitmen pihak lain, terkait kepemilikan saham dengan Freeport Indonesia bisa diselesaikan sehingga 51 persen saham bisa dimiliki pihak nasional.

"Tapi untuk detailnya seperti apa, strukturnya seperti apa, aku belum bisa cerita. Karena kita masih dalam proses. Tapi itu enggak usah khawatir tujuannya kita mau ambil 51 persen saham," tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia akan mengakuisisi hak partisipasi perusahaan tambang Australia Rio Tinto, yang bekerja sama dengan FreeportMcMoran dalam pengelolaan tambang Grasberg Papua.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, untuk memiliki saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen, hak partisipasi perusahaan lain yang telah bekerja sama dengan Freeport juga menjadi miliki nasional. Dalam hal ini adalah hak partisipasi Rio Tinto sebesar 40 persen.

"Untuk mencapai 51 persen, 40 persen participating interest Rio Tinto itu akan diakuisisi oleh BUMN yang ditugasi oleh Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan BUMD dan suku-suku besar yang terkait dengan operasi Freeport Indonesia," kata Jonan, seperti ditulis Rabu (6/12/2017).

Jonan melanjutkan, selain mencaplok hak partisipasi Rio Tinto, saham Freeport Indonesia sebesar 9 persen yang dibeli Freeport McMoran dari PT Indocopper ‎juga akan diakuisisi pihak nasional.

"Selanjutnya, kepemilikan saham FCX (Freeport McMoran) di PT Indocopper Investama sebesar 9 persen, juga akan dibeli pemerintah Indonesia sehingga totalnya kurang lebih akan mencapai 51 persen," ungkap Jonan.

Terkait proses perundingan pelepasan saham (divestasi) Freeport Indonesia sebesar 41,64 persen, untuk menggenapi menjadi 51 persen. Menurut Jonan saat ini perundingan tersebut masih berjalan.

"Sampai saat ini, negosiasi sudah dilakukan, dan mulai dibahas legal drafting soal akuisisi saham," jelasnya.

Untuk diketahui, kerja sama FreeportMcMoran dengan Rio Tinto ‎dimulai 1995 untuk mengelola tambang Grasberg di Papua. Rio Tinto memiliki hak 40 persen atas hasil produksi yang telah mencapai level tertentu. Namun setelah 2021, Rio Tinto mendapat bagian 40 persen atas produksi tambang Grasberg milik Freeport Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jonan: Antam Tak Bakal Mampu Kelola Tambang Bawah Tanah Freeport

Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia yang mengelola tambang emas dan tembaga di Papua akan berakhir pada 2021. Pemerintah didesak untuk menunggu masa kontrak selesai dan bisa menguasai tambang milik perusahaan asal Amerika Serikat tersebut ketimbang membeli 51 persen sahamnya.

Namun, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, apabila ingin mengambil alih pengelolaan tambang bawah tanah, seperti Grasberg dan Big Gossan dengan menyetop perpanjangan kontrak, pemerintah harus menunjuk kontraktor asing.

"Kalau tidak diperpanjang (kontrak), ada yang berpandangan bisa diserahkan ke kontraktor asing lain untuk mengelola. Tapi ada yang berpandangan diserahkan ke PT Aneka Tambang (Antam) Tbk," ujar Jonan saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (25/1/2018) malam.

Dia pesimistis dengan kemampuan Antam mengelola tambang bawah tanah penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia itu. Alasannya, Jonan mengaku BUMN maupun perusahaan nasional tidak memiliki pengalaman mengelola tambang yang dinilai sangat kompleks tersebut.

"Kalau diserahkan ke Antam, saya yakin tidak bisa karena expertise-nya tidak pernah ada. Karena ini adalah tambang tembaga bawah tanah yang panjang terowongannya 700 km dan kita tidak pernah mengelola tambang sekompleks ini. Di dunia pun, ini one of the most complex engineering design yang pernah dibikin untuk tambang bawah tanah," tegas Jonan.

Dia mengatakan, saat ini upaya pemerintah adalah menguasai 51 persen saham Freeport Indonesia dengan harga paling wajar. Salah satu caranya dengan membeli hak partisipasi perusahaan asal Australia, Rio Tinto di tambang Freeport Indonesia sebesar 40 persen.

"Sebesar 40 persen hak partisipasi ini bisa dikonversi menjadi saham pada 2021 seiring dengan perpanjangan hak partisipasi antara Rio Tinto dan Freeport McMoran pada periode yang sama," kata Jonan.