Liputan6.com, Jakarta - Industri makanan dan minuman dalam negeri terus melakukan ekspansi ekspor ke berbagai negara, namun terhambat oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tarif bea masuk yang dipatok terlalu tinggi oleh berbagai negara tujuan ekspor.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, ekspor makanan dan minuman dari Indonesia sebenarnya sudah diusahakan masuk ke negara berkembang antara lain Afrika, Amerika Latin dan India.
"Ekspor sebetulnya tiap tahun sudah menargetkan pertumbuhan sekitar 10 persen. Kita sudah berusaha masuk ke emerging market, seperti Afrika, Amerika Latin, terakhir ke India. Tapi memang competitiveness kita masih kalah, begitu juga Inovasi," ujar dia ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia menekankan, faktor tarif bea masuk untuk ekspor ke suatu negara menjadi penghambat yang menyebabkan sulitnya produk makanan dan minuman Indonesia bisa bersaing di pasar global.
"Seperti contoh di Afrika, yang memberikan tarif lebih baik kepada negara-negara seperti China, karena mereka ada kerja sama CEPT (Common Effective Preferential Tariff, kerja sama tarif ekspor antar pemerintah suatu negara)," ujar dia.
Adhi turut memberikan perbandingan kepada negara tetangga yaitu Thailand dan Vietnam, yang bisa leluasa melakukan ekspor makanan dan minuman berkat ada kerja sama tarif bea masuk dengan negara tujuan ekspor.
"Rising Star di Asean ini adalah Vietnam dan Thailand, yang telah mendapatkan keistimewaan tarif untuk melakukan ekspor," tutur dia.
"Akhir tahun lalu, Indonesia telah melakukan tanda tangan kerja sama perdagangan dengan salah satu negara di Amerika Latin, Chile. Mudah-mudahan itu bisa menambah pasar (makanan dan minuman) kita juga," tambah dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Ekspor Mebel RI Tertinggal Jauh dari Vietnam
Sebelumnya, Pemerintah mencanangkan target ekspor mebel pada 2019 di angka US$ 5 miliar. Target tersebut sangat ambisius demi mengejar ketertinggalan dari Vietnam terkait pendistribusian industri mebel ke negara-negara lain dunia.
Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menilai, ekspor mebel Indonesia saat ini masih jauh di bawah Vietnam. Pada 2017 saja, ekspor mebel dan kerajinan Indonesia baru mencapai US$ 1,68 miliar.
"Kalau melihat data pertumbuhan ekspor mebel Indonesia dari 2006, kita tidak pernah menyentuh angka US$ 2 miliar. Vietnam saja tahun kemarin berhasil meraup keuntungan dari ekspor di sektor tersebut sebesar US$ 7,2 miliar," ungkapnya di Jakarta, Kamis 11 Januari 2018.
Peringkat ekspor mebel di Asia Tenggara (ASEAN) pada 2017, di mana Vietnam adalah negara pengekspor mebel terbesar di kawasan tersebut. Indonesia sendiri hanya berada di posisi keempat, di bawah Malaysia dan Filipina.
"Indonesia dengan nilei ekspor US$ 1,68 miliar juga masih tertinggal dari negara-negara tertangga seperti Malaysia dan Filipina. Negara sekecil Singapura saja sudah berhasil ekspor mebel di angka US$ 1,6 miliar, cuma beda satu posisi di bawah kita," terangnya.
Abdul juga menyarankan pemerintah untuk ikut membantu sektor industri mebel demi mencapai target ekspor US$ 5 miliar pada dua tahun mendatang.
"Pemerintah dapat memberi bantuan, semisal dengan memberikan kemudahan penyediaan bahan baku, membantu perÂmodalan, hingga menurunkan suku bunÂga. Jika masih belum ada perubahan yang signifikan, ya target kita untuk ekspor mebel di 2019 masih akan sulit tergapai," keluh Abdul.
Advertisement