Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun berturut-turut selama dua hari pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Penurunan harga minyak ini dipicu kekhawatiran investor akan kenaikan produksi minyak mentah AS.
Mengutip Reuters, Rabu (31/1/2018), harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret turun 44 sen atau 0,6 persen menjadi US$ 69,02 per barel setelah menyentuh sesi rendah di US$ 68,40 per barel.
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan untuk West Texas Intermediate (WTI) berjangka AS turun US$ 1,06, atau 1,6 perse dan ditutup pada US$ 64,50 per barel.
Jika data Departemen Energi AS pada Rabu ini menunjukkan peningkatan persediaan maka akan mematahkan analisis dari pelaku pasar. Para pelaku pasar melihat bahwa produksi minyak mentah AS akan menurun pada perdagangan sepakan ini.
Saat ini, produksi minyak AS sudah setara dengan Arab Saudi, produsen terbesar di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Hanya saja, Rusia memproduksi lebih banyak, rata-rata 10,98 juta barel per hari (bpd) pada 2017.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perdagangan kemarin
Pada perdagangan kemarin, harga minyak juga turun karena penguatan dolar AS dan kenaikan output minyak mentah Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya harga minyak naik karena pelemahan dolar AS yang terjadi berturut-turut dalam enam pekan. Greenback telah turun 3 persen pada bulan ini.
Selama ini penjualan minyak dihargai dalam mata uang AS. Dolar yang jatuh bisa meningkatkan permintaan minyak mentah dari pembeli yang menggunakan mata uang lainnya. Adapun indeks dolar berada di bawah US$ 90 sejak 24 Januari.
Namun, mata uang tersebut telah pulih hampir 0,5 persen sejak Jumat ke posisi US$ 89,59, yang telah menekan harga minyak mentah.
"Setelah enam minggu saldo kerugian tak terelakkan. Kini Dolar telah benar-benar pulih akhir-akhir ini dimana indeks dolar di bawah US$ 90 telah menopang harga minyak, "kata John Kilduff, Partner Again Capital LLC di New York.
Advertisement