Sukses

Kementerian PUPR Serap Anggaran Rp 106,25 Triliun pada 2017

Kementerian PUPR mengerjakan fisik proyek mencapai 93,66 persen pada 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau Kementerian PUPR melaporkan capaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 106,25 triliun sepanjang 2017.

Kementerian PUPR mencatat anggaran tersebut sudah dipakai 91,24 persen untuk digunakan dalam pengerjaan fisik proyek yang selesai sebesar 93,66 persen.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebutkan, alokasi dana tersebut dialihkan kepada empat sektor, yaitu Sumber Daya Air (SDA), Bina Marga, Cipta Karya, dan Penyediaan Perumahan.

"Kami memberikan APBN untuk sektor SDA sebesar Rp 33,27 triliun, Bina Marga Rp 45,39 triliun, Cipta Karya Rp 16,88 triliun, dan Penyediaan Perumahan Rp 8,14 triliun," tutur dia pada saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi V DPR-RI di Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Dari jumlah besaran anggaran itu, Kementerian PUPR menyajikan data sektor SDA, kemajuan proses fisiknya sudah selesai 90,74 persen, Bina Marga 95,55 persen, Cipta Karya 92,64 persen, dan Penyediaan Perumahan 96,17 persen.

Basuki juga menyatakan, masih terdapat beberapa sisa pekerjaan Kementerian PUPR pada tahun lalu yang belum tuntas terselesaikan. Hal tersebut antara lainnya adalah alokasi pembebasan lahan yang tidak terserap dan sisa lelang yang tidak terpakai.

"Selain itu, ada juga penundaan alokasi dana PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri) serta penundaan atau gagal lelang," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Cara Kementerian PUPR Jangkau Desa Terpencil

Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Litbang Kementerian PUPR mengembangkan teknologi bernama jembatan untuk desa asimetris (Judesa). Teknologi ini untuk menghubungkan desa-desa sehingga mendorong perekonomian wilayah tersebut.

Dengan Judesa, maka desa dan kawasan terpencil yang dipisahkan oleh sungai, lereng, bukit, ataupun jurang bisa terhubung.

"Jembatan gantung ini sangat diperlukan dalam menghubungkan desa ke desa, atau kecamatan ke kecamatan. Sebenarnya kebutuhan jembatan gantung jumlahnya ribuan baik di Jawa dan Luar Jawa, sangat banyak sekali. Tahun 2018 menargetkan bisa membangun 300 unit jembatan," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis 11 Januari 2018.

Judesa ialah jembatan gantung untuk pejalan kaki ataupun pesepeda motor di pedesaan dan pelaksanaan pembangunannya melibatkan masyarakat setempat.

Pembangunannya diharapkan dapat membantu menghilangkan hambatan masyarakat pedesaan untuk mendapatkan akses pendidikan, informasi, pemasaran hasil pertanian, dan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan mereka sehari-hari.

Judesa mampu mengakomodasi bentang 30 hingga 120 m dan memiliki tipe asimetris atau menggunakan satu pilon. Penggunaan satu pilon dimaksudkan untuk mengurangi biaya material struktur jembatan dan memberikan kemudahan dalam pembangunan. Pelaksanaan konstruksinya membutuhkan waktu sekitar 120 hari.

Judesa memiliki beberapa keunggulan untuk diterapkan di kawasan terpencil, yaitu fleksibel dan ekonomis.

Keunggulan tersebut antara lain ialah materialnya merupakan pre fabrikasi sehingga dapat disiapkan untuk dikirim ke lokasi. Kemudian sistem jembatan modular yang memberikan kemudahan pembangunan dengan swadaya masyarakat.

Metode konstruksi Judesa satu arah atau dari satu sisi sungai sehingga cocok untuk membuka jalur perintis dan mengurai pengangkutan material menyebrangi sungai.

Uji coba jembatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2015 di Desa Cihawuk dan Desa Cibeureum, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Pada tahun 2017, dilakukan replikasi perdana yang berlokasi di Desa Siru dan Desa Wae Wako, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sebelumnya dipisahkan oleh Sungai Wae Laci, kini terhubung dengan adanya Judesa sepanjang 62 meter.

Biaya yang diperlukan untuk membangun Judesa di Kabupaten Manggarai tersebut adalah Rp 1,5 miliar.