Sukses

BI Mulai Kaji Kemungkinan Penerbitan Uang Digital

Bank Indonesia (BI) mulai mempertimbangkan penerbitan uang digital (digital currency) lantaran bagian dari perkembangan teknologi.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mulai mempertimbangkan penerbitan uang digital (digital currency). Karena uang digital diklaim merupakan bagian dari perkembangan teknologi.

Memang kajian penerbitan uang digital ini belum dilakukan secara mendalam. Namun masih dalam tahapan pencarian bench marking dari berbagai negara yang terlebih dahulu melakukan kajian.

"Saat ini di dunia, hampir 70 persen bank sentral di berbagai negara sedang melakukan kajian mengenai digital currency tersebut, termasuk Bank Indonesia," ucap Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Onny Widjanarko di Gedung Bank Indonesia, Rabu (31/1/2018).

Dia menyebutkan beberapa negara yang terlebih dahulu melakukan kajian adalah Singapura, Kanada, Inggris dan Ekuador. Bahkan di Singapura dan Kanada, sudah meluncurkan pilot project atau priyek percontohan.

Ada beberapa manfaat jika uang digital ini diterapkan, seperti kebutuhan akan uang kartal akan berkurang sehingga lebih efisien. Hanya saja sebagai konsekuensi, penerapan uang digital ini harus didasarkan pada kekuatan IT mumpuni.

Dalam melakukan kajian ini sendiri, Onny mengaku butuh watu yang cukup panjang hingga nantinya akan dputuskan apakah akan meluncurkan [uang digital](http://bisnis.liputan6.com/read/3232876/korut-pakai-server-kampus-buat-timbun-uang-digital?source=Search&medium=InstantSearch "") atau tidak. "Paling tidak butuh waktu dua tahun untuk kajian. Bank of England saja sudah mulai 2016 dan sekarang juga belum rampung," ungkap dia.

Tidak hanya infrastruktur IT yang menjadi dasar pertimbangan penerbitan uang digital, namun juga dari sisi legal, dampaknya terhadap sistem pembayaran, perlindungan konsumen, dan lain sebagainya. (Yas)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Begini Risiko Pakai Bitcoin versi Bank Indonesia

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) dengan tegas melarang penggunaan bitcoin dalam setiap transaksi di Indonesia. Salah satu faktor yaitu tingginya fluktuasi yang dimiliki bitcoin.

Hal ini kemudian membuat Bank Indonesia menyisipkan penegasan mengenai pelarangan penggunaan bitcoin ini dalam dua Peraturan Bank Indonesia, yaitu PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017​ tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Direktur Eksekutif Pusat Program Transformasi Bank Indonesia (PPTBI) Onny Widjanarko membuktikan risiko bitcoin tersebut.

"Risiko secara konvertibilitas itu tidak ada jaminan ditukarkan dengan fiat money, apalagi dengan volatilitas harga yang tinggi," kata Onny di Gedung Bank Indonesia, Senin 15 Januari 2018.

Ia menyebutkan, saat ini bitcoin memang memiliki nilai paling tinggi di antara 1.400 virtual currency atau mata uang digital yang ada di dunia. Per satu bitcoin kini nilainya Rp 193,8 juta dengan kapitalisasi pasar mencapai US$ 240 miliar.

Dari chart harga yang ditampilkan Onny, harga bitcoin yang disebutkan sebelumnya jauh berbeda jika dibandingkan dengan harga satu hari sebelumnya Rp 194,1 juta. Bahkan jika dibandingkan harga 13 Januari 2018, saat ini ada di Rp 203,7 juta.

Tingginya fluktuasi harga tersebut karena nilainya ditentukan pada harapan penawaran dan permintaan di masa mendatang (spekulatif),

Dari data tersebut menunjukkan fluktuasi harga bitcoin sangat berisiko. Hal inilah yang menyebabkan Bank Indonesia (BI) terus melarang penggunaan bitcoin tersebut.

"Tidak hanya itu, bitcoin juga berisiko terhadap stabilitas sistem keuangan apabila terjadi bubble burst karena terdapat interaksi antara virtual currency dan ekonomi riil," papar dia. (Yas)