Sukses

Harga Premium dan Solar Bakal Tetap hingga Akhir Tahun

Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi bakal tetap untuk mengendalikan inflasi.

Liputan6.com, Jakarta - Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi diperkirakan tetap bertahan hingga akhir tahun ini. Kebijakan tersebut dilakukan pemerintah untuk mengendalikan inflasi tetap pada target 3,5 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menproyeksikan inflasi akan berada pada kisaran 3,5 persen-4 persen (Year on Year/YoY) pada 2018.

"Inflasi pada 2018 diperkirakan sekitar 3,5 persen-4 persen YoY karena mempertimbangkan harga RON 88 akan dipertahankan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat," kata dia dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (1/2/2018).

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara juga memperkirakan hal serupa. Pemerintah tidak akan menaikkan harga jual Premium dan Solar bersubsidi.

"Jika inflasi di Januari 2018 mencapai sebesar 0,75 persen, maka inflasi total inflasi hingga Desember 2018 diprediksi bisa melampaui target 3,5 persen (YoY)," tutur dia.

Dengan demikian, dia menyarankan, pengendalian harga dan pasokan pangan menjadi prioritas pemerintah dalam menjaga inflasi.

"Kemudian diharapkan sampai akhir tahun, BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) tidak ada penyesuaian meskipun harga minyak mentah di atas asumsi pemerintah," ujar Bhima.

Untuk menjaga subsidi energi, beban ada di PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Sebagai kompensasi, pemerintah bisa menambah Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penugasan itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Pertamina Bakal Lakukan Ini Bila Harga Premium Tak Naik

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) akan memangkas anggaran biaya operasi, bahwa pemerintah memutuskan tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi setelah 31 Maret 2018.

Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan, kebijakan penetapan harga Premium dan Solar subsidi merupakan kewenangan pemerintah, sedangkan Pertamina hanya menjalankan saja.

Akan tetapi, jika pemerintah memutuskan tidak mengubah harga kedua jenis BBM tersebut, Pertamina akan meningkatkan efisiensi untuk menjaga stabilitas keuangannya.

‎"Kalau sejauh ini pemerintah masih me-review formulasi harga. Tapi kalaupun enggak naik ya kita cari jalannya," kata Arief, di Gedung DPR, Jakarta, Senin 29 Januari 2018.

Menurut Arief, salah satu sasaran efisiensi Pertamina jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM adalah menekan biaya operasi (Operational Expenditure/Opex). Dia belum bisa merinci biaya operasi yang akan dipangkas.

"Kalaupun enggak dinaikin, ya kita tekan lagi di Opex, ya kita lihat lagi nanti di mana," tutur dia.

Arief mengungkapkan, bisnis hilir Pertamina khususnya penyaluran Premium dan Solar subsidi‎ menyumbang defisit terbesar. Hal ini akibat tidak disesuaikannya harga kedua jenis BBM tersebut dengan kenaikan minyak dunia.

"Kami memang banyak di hilir daripada di hulu. Hampir empat kalinya secara balance-nya,"‎ tutur dia.

Sementara itu, Diretur Utama PT Perta‎mina Elia Massa Manik mengungkapkan, laba bersih Pertamina pada 2017 mencapai US$ 2,41 miliar, angka ini turun 24 persen dibanding laba bersih 2016 sebesar US$ 3,15 miliar. ‎Penurunan laba bersih tersebut akibat tidak disesuaikannya harga Premium dan Solar bersubsidi, dengan kenaikan harga minyak dunia sepanjang 2017.

"Belum ada kebijakan penyesuaian harga premium solar, sampai dengan kuartal I 2018 ini. Ini berimbas pada penurunan laba bersih perusahaan sebesar 24 persen dibandingkan 2016‎," ‎tutur Massa.