Sukses

Harga Batu Bara PLN Tak Diatur, Tarif Listrik RI Bisa Kalah Saing

Harga batu bara untuk sektor kelistrikan perlu dibedakan dengan yang untuk pasar ekspor, agar tarif listrik tak naik.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Energi Nasional (DEN) khawatir tarif listrik Indonesia akan kalah bersaing dengan negara lain, jika pemerintah tidak memberlakukan harga batu bara khusus bagi sektor kelistrikan. 
 
Anggota DEN Tumiran mengatakan, saat ini tarif listrik Indonesia sudah bersaing dengan negara lain. Namun, kondisi tersebut bisa berubah jika Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik ‎mengalami kenaikan yang berujung pada kenaikan tarif listrik.
Ini akibat meningkatnya harga batu bara sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 
 
"Kita kompetitif ya. Kalau dinaikkan lagi tidak kompetitif," kata Tumiran, di Jakarta, Jumat (2/1/2018).
 
 
Tumiran melanjutkan, kenaikan BPP listrik juga membuat beban subsidi listrik meningkat. Sementara saat ini pemerintah sedang mengurangi subsidi energi untuk dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif.
 
"Kalau BPP naik konsekuensinya subsidi naik. Kalau dapat banyak subsidi cukup, nggak masalah. Tapi kalau untuk subsidi sulit ngapain dinaikkan," dia menuturkan.
 
Menurut Tumiran, harga batu bara untuk sektor kelistrikan perlu dibedakan dengan yang untuk pasar ekspor, agar BPP listrik dapat teredam kenaikannya dan tarif listrik tidak mengalami kenaikan.
 
"Lebih baik negara enggak dapat di hulu (memberikan harga batubara khusus), tapi nggak usah subsidi. Kan lebih baik. Harga listrik itu kan bergantung di hulu, harga gas, harga batubara, minyak. Selama itu di variable itu kan tetap," dia menandaskan.
2 dari 2 halaman

PLN Jamin Tarif Listrik Tak Naik Asal Harga Batu Bara Turun

Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir berani menjamin jika tarif listrik tidak akan naik. Syaratnya, pemerintah harus bisa menurunkan harga batu bara, khususnya untuk kebutuhan pembangkit listrik di dalam negeri.

Sofyan mengatakan, sebenarnya tarif listrik bisa stabil asalkan ‎harga batu bara tidak melonjak. Sebab, batu bara merupakan bahan bakar yang paling banyak digunakan untuk pembangkit listrik di Indonesia.

‎‎"Tidak (naik), apalagi kalau batu bara ini bisa harganya diatur pemerintah dengan baik, ya tidak perlu naik. Untuk apa tarif listrik naik? Keuntungan kami bisa cukup kalau batu bara harganya turun dan kami bisa berinvestasi untuk menambah elektrifikasi, khususnya daerah timur," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Menurut dia, saat ini harga batu bara telah mencapai US$ 100 per metrik ton. Padahal, sebelumnya harga komoditas tersebut hanya sebesar US$ 60 per metrik ton.

‎"(Jadi) batu bara harus turun. Harga batu bara sekarang sudah hampir mendekati US$ 100 per metrik ton. Naik dari harga US$ 60. Jadi naiknya 50 persen, ya. (Harga idealnya?)‎ Ya kembali lagi kemarin seperti US$ 60-an. (Kenaikan) Sudah hampir satu tahun. ya," kata dia.

Namun demikian, Sofyan yakin jika pemerintah akan berpihak kepada PLN. Sebab, pemerintah juga berkepentingan untuk menjaga kestabilan harga listrik di dalam negeri guna mengamankan tingkat inflasi.

"(Kalau harga batu bara tetap naik?) Enggak, wong itu punya negara, pasti negara akan mengamankan PLN. Enggak mungkin kan negara mengamankan tambahan keuntungan buat pengusaha. Kan negara pasti mengamankan tarif listrik untuk rakyat. Mudah-mudahan enggak naik. Ini kan lagi naik, minta diturunkan kembali seperti awal kemarin," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Â