Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengakui bahwa inflasi pada awal tahun cenderung tinggi. Penyebabnya realisasi inflasi 0,62 persen di Januari ini karena kenaikan beberapa kebutuhan pokok, di antaranya beras.
Kondisi ini, diakui Darmin berbeda dengan awal tahun 2016 yang lebih didominasi kenaikan harga barang-barang yang diatur pemerintah atau administered prices.
Advertisement
Baca Juga
"(Inflasi Januari) Iya agak tinggi. Agak tinggi, tapi tahun kemarin karena administered prices, karena (kenaikan tarif) STNK. Kali ini karena pangan, karena beras. Terutama beras," ujar Darmin di Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2018).
Menurut dia, Januari ini merupakan bulan kedua yang mencatatkan tingkat inflasi tinggi. Sebab sebelumnya pada Desember 2017, inflasi bergerak ke level 0,71 persen.
"Ini sebetulnya sudah berlangsung bulan kedua. Bulan Desember (2017) sudah agak tinggi, sekarang lebih tinggi lagi. Ya, kita harus bekerja keras untuk menurunkannya kembali," Darmin menegaskan.Â
Meski demikian, Darmin masih optimistis pemerintah bisa menjaga tingkat inflasi di kisaran 3 persen di tahun ini. Hal ini sama seperti tingkat inflasi pada tiga tahun terakhir. Target pemerintah untuk sasaran inflasi sebesar 3,5 persen di 2018.Â
"Memang keuntungannya urusan inflasi bisa naik, bisa turun lagi. Beda dengan yang lain kalau sudah naik, susah turun lagi. Kita masih bisa punya harapan. Kita inginnya inflasi ada di 3 koma, seperti 3 tahun terakhir," tandas mantan Gubernur Bank Indonesia itu.Â
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Beras sampai Rokok Jadi Penyebab Inflasi Januari
BPSÂ mengumumkan inflasi pada Januari 2018 sebesar 0,62 persen. Penyumbang terbesar tingginya inflasi di bulan pertama ini adalah kenaikan harga jual dari komoditas pangan, seperti harga beras, dan peningkatan harga rokok kretek.
Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengatakan, inflasi‎ pada Januari ini sebesar 0,62 persen lebih tinggi dibanding realisasi periode bulan yang sama sebesar 0,51 persen. Namun lebih rendah dibanding capaian inflasi di Januari 2017 yang sebesar 0,97 persen.
"Penyebab utama terjadinya inflasi 0,62 persen di Januari 2018 karena harga-harga barang bergejolak yang menyumbang inflasi 0,47 persen dan harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) 0,15 persen," ujar Kecuk saat Rilis Inflasi Januari 2018 di kantornya, Jakarta, 1 Februari 2018.
Dia menjelaskan, kelompok bahan makanan mencatatkan inflasi sebesar 2,34 persen dengan andil inflasi 0,48 persen di Januari 2018.
Adapun penyumbang terbesar inflasi pada kelompok ini, sambung Kecuk, adalah harga beras dengan andil inflasi 0,24 persen.
"Harga beras jadi penyumbang terbesar inflasi ini, andilnya 0,24 persen. Disusul daging ayam ras yang memberi andil inflasi 0,07 persen, ikan segar 0,05 persen, cabai rawit 0,04 persen, cabai merah 0,03 persen, serta sayur dan buah dengan andil inflasi 0,01 persen," terang Kecuk.
Advertisement
Produk Paling Dominasi Inflasi
Sementara di kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, diungkapkan Kecuk, tercatat menyumbang inflasi 0,43 persen dengan andil 0,08 persen pada bulan pertama ini.
Paling dominan menyumbang inflasi, tambahnya, rokok kretek filter dan rokok kretek yang masing-masing andil inflasinya 0,02 persen dan 0,01 persen.
"Karena adanya Peraturan Menteri Keuangan tentang kenaikan tarif cukai rokok yang berlaku mulai 1 Januari 2018," ‎Kecuk mengatakan.
Lebih jauh Kecuk menuturkan, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar memberikan inflasi 0,23 persen dengan andil 0,06 persen. Didominasi kenaikan upah dari tukang bukan mandor dan Pembantu Rumah Tangga.
"Pertamax dan Pertalite juga menyumbang inflasi Januari ini sebesar 0,02 persen," paparnya.
Sementara kelompok sandang menyumbang inflasi sebesar 0,5 persen dan andil inflasi 0,03 persen. Menurut Kecuk, penyumbang inflasi terbesar pada kelompok ini adalah emas perhiasan sebesar 0,02 persen karena mengikuti pergerakan harga emas di pasar.
"Tapi ada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mencatatkan deflasi ‎sebesar 0,28 persen dengan andil deflasi 0,05 persen karena ada penurunan tarif angkutan udara sebesar 0,07 persen dan kereta api 0,01 persen lantaran kembali ke situasi normal setelah musim liburan panjang di Desember 2017," tutup Kecuk.