Liputan6.com, Jakarta - Aspek legalitas induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas (migas) tidak lama lagi akan terpenuhi. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) holding migas sejauh ini sudah ditandatangani oleh para menteri terkait dan hanya tinggal menunggu Presiden Joko Widodo membubuhkan persetujuan.
"(RPP) Sudah dapat paraf semua menteri terkait dan diajukan ke Presiden lewat Setneg (sekretariat Negara). Setelah ditandatangani Presiden, jadi PP," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Harry Fajar Sampurno kepada wartawan di Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Nantinya, setelah PP terbit, maka aspek legal pembentukan holding hanya tinggal dilanjutkan dengan penandatanganan akta inbreng saham.
Advertisement
Baca Juga
"Tapi dari aspek korporasi setelah PP nanti harus dibuat Keputusan Menkeu mengenai nilai pengalihan," sambung Harry.
Sebelumnya, Lembaga riset Wood Mackenzie menyebutkan, ada sejumlah keuntungan yang akan didapat oleh Pertamina bila proses pembentukan holding BUMN migas terealisasi.
Di antaranya, Pertamina bisa memanfaatkan basis pelanggan PGN untuk memperluas jangkauan pemasaran perusahaan. Sekaligus diharapkan bisa menghindarkan Pertamina dari risiko kelebihan kontrak gas alam cair atau Liquid Nature Gas (LNG).
Pertamina sejak 2014 lalu telah menandatangani kontrak impor gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) sebesar 1,5 juta ton per tahun dari Cheniere Corpus Christi, perusahaan asal Amerika Serikat.
Kontrak pembelian LNG ini dibuat karena diperkirakan Indonesia butuh gas impor mulai 2019. Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM disebutkan, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 bbtud pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025.
Sayangnya, infrastruktur penerima gas yang dimiliki Pertamina saat ini masih belum cukup untuk menampung dan mendistribusikan gas tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cikal Bakal Holding BUMN Migas
Untuk diketahui, Pemegang saham PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) menyetujui perubahan anggaran dasar, yang akan mengalihkan saham milik pemerintah kepada PT Pertamina (Persero). Pengalihan saham ini sebagai langkah pembentukan holding BUMN Migas.Â
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) mayoritas pemegang saham menyetujui pengalihan saham Seri B milik negara di PGN.
"Tadi sudah diputuskan RUPSLB-nya, keputusan RUPSLB sudah disetujui 77,8 persen pemegang saham dari yang hadir, itu sudah kuorum suara sah," kata dia di Jakarta, Kamis (25/1/2018).
‎Perubahan anggaran dasar tersebut, menjadi jembatan pembentukan induk usaha migas yang direncanakan pemerintah. Dengan begitu, Pertamina akan menjadi induk usaha sedangkan PGN menjadi anak perusahaan Pertamina.
Kemudian anak usaha Pertamina yang memiliki usaha sejenis dengan PGN, yaitu PT Pertamina Gas (Pertagas‎) dialihkan kepemilikannya ke PGN.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Fajar Harry Sampurno menegaskan, RUPSLB yang berlangsung hari ini sekedar membahas perubahan anggaran dasar.
Sedangkan akuisisi perusahaan dan pengalihan saham dilakukan setelah Peraturan Pemerintah (PP) holding migas keluar.
Advertisement