Sukses

Menteri PUPR Kebut Aturan Pengawasan Kualitas Rumah Subsidi

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono sedang menyiapkan aturan untuk pengawasan kualitas rumah subsidi. Target implementasi di 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono menyatakan, pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi cukup tinggi hingga 20 persen. Realisasi ini harus diiringi dengan kualitas rumah subsidi yang dijual, termasuk fasilitas yang disediakan.

"Saya rasa ini membanggakan. Namun di sisi lain, Kementerian PUPR bertanggungjawab untuk melindungi konsumen. Pertumbuhan KPR juga harus dibarengi dengan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, mulai dari sanitasi, air bersih, dan kualitas rumahnya," tuturnya di Jakarta, seperti ditulis pada Senin (5/2/2018).

Terlebih lagi untuk program KPR bersubsidi. Pengawasan harus ketat karena menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Apalagi bila menyangkut KPR subsidi. Saya bertanggungjawab untuk mengawasi karena ada uang negara di dalamnya," tambah Basuki. 

Dia melanjutkan, untuk meningkatkan pengawasan rumah subsidi, Kementerian PUPR sudah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri PUPR yang diharapkan rampung dalam waktu dekat, serta bisa diimplementasikan pada tahun ini.

“Spesifikasi teknis rumah layak huni sudah ada, namun implementasi dalam pembangunan rumahnya yang memerlukan peningkatan pengawasan,” jelasnya.

Pada 2017, nilai transaksi Indonesia Property Expo (IPEX) yang diselenggarakan oleh Bank BTN mencapai Rp 7 triliun dari target Rp 4 triliun. Pada pameran tahun ini, nilai transaksi ditargetkan mencapai angka yang sama dengan tahun sebelumnya.

Di samping kualitas rumah subsidi, Menteri Basuki juga mendorong perbankan untuk memberikan akses KPR Mikro bagi pekerja informal. Oleh karenanya, dia mengapresiasi Bank BTN yang memiliki program KPR Mikro untuk pekerja informal, serta telah menyalurkannya kepada penjual bakso dan tukang cukur.

"Saya rasa para pekerja informal juga memiliki kemampuan mengangsur. Saya berbicara dengan Ketua Perkumpulan Tukang Cukur asal Garut yang menjadi langganan saya di Pasar Santa. Mereka setiap bulannya mampu menyisihkan uang kira-kira sebesar Rp 500 ribu," tutup Basuki. 

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bantuan KPR Rp 32,4 Juta, Sasar Tukang Bakso

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah merilis Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Pada program ini, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa mendapat bantuan maksimal hingga Rp 32,4 juta untuk kredit pemilikan rumah (KPR).

Kepala Subdirektorat Pola Pembiayaan Rumah Swadaya dan Mikro Perumahan, Mulyowibowo, mengatakan, pembiayaan ini lebih menyasar ke MBR dengan penghasilan tidak tetap atau informal seperti tukang bakso hingga kuli bangunan.

Lantaran, akses KPR untuk kelompok masyarakat tersebut relatif terbatas.

"Selama ini FLPP, SSB itu lebih pada ke penghasilan tetap, masyarakat formal. Harapannya kami memberikan kesempatan lebih untuk masyarakat penghasilan tidak tetap," kata dia kepada Liputan6.com seperti ditulis di Jakarta, Jumat (15/12/2017).

Untuk mengakses KPR tersebut, MBR mesti memenuhi beberapa kriteria. Di antaranya, belum pernah menerima, mendapatkan subsidi atau bantuan perumahan dari pemerintah. Selain itu, mereka belum memiliki rumah.

MBR juga mesti memiliki tabungan di bank selama enam bulan dengan saldo antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta.

Besaran penghasilan juga diatur untuk mendapatkan fasilitas BP2BT. Penghasilan dalam BP2BT dikelompokan dalam 3 zona. Kemudian, batas penghasilan di tiap zona untuk jenis kepemilikan rumah juga diatur.

Sebagai contoh, untuk zona I meliputi Jawa (kecuali Jabodetabek), Sulawesi, Sumatera, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung batas penghasilan untuk rumah tapak Rp 6 juta.

Serta, penghitungan penghasilan tersebut didasarkan pada penghasilan rumah tangga atau suami istri.