Sukses

Bos Lion Air: Industri Penerbangan Alami Masa Berat di 2017

Mulai mendekati akhir 2017, Edo mengaku harga avtur mengalami peningkatan seiring dengan naiknya harga minyak dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Industri penerbangan menghadapi berbagai tantangan pada 2017. Maka tak heran jika maskapai penerbangan menyebutkan bahwa tahun lalu adalah tahun yang berat untuk dilalui.

Salah satunya Lion Air Group. Selama 2017, berbagai faktor telah mempengaruhi kinerja maskapai berlogo Singa tersebut. Alhasil pembukuan Lion Air Group untuk 2017 mengalami kerugian.

"Tahun 2017 saya anggap tahun yang berat. Tidak ada setahu saya airlines di Indonesia yang tidak merugi di tahun kemarin," kata Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait saat berbincang dengan wartawan seperti ditulis, Selasa (6/2/2018).

Maka dia tak heran jika ada maskapai nasional yang mencetak rugi hingga triliunan rupiah pada tahun lalu. Edward cukup bersyukur bahwa kinerja Lion Air Group tak sangat parah alias tak mencetak kerugian hingga triliunan.

Edward menyebutkan berbagai tantangan yang  harus dihadapi oleh industri penerbangan sepanjang 2017. Pertama, faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Masih bertenggernya rupiah terhadap dolar AS di atas 13.000 menjadi beban tersendiri.

 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Harga Avtur

Kedua, harga avtur. Mulai mendekati akhir 2017, Edo mengaku harga avtur mengalami peningkatan seiring dengan naiknya harga minyak dunia.

"Ditambah kita saat ini over supply di saat yang bersamaan daya beli masyarakat itu tidak seperti tahun-tahun sebelumnya," tambahnya.

Menurut dia, industri maskapai terakhir menikmati kejayaannya pada 2015. Untuk 2016, beberapa maskapai sudah mengalami kerugian, hanya saja tidak terlalu besar. Baru pada 2017, kerugian tersebut membengkak.

"Tahun 2018 kalau melihat tahun politik, kalau masyarakat masih wait and see, saya pikir masih sama saja seperti 2017. Tapi kalau ekonomi tumbuh, spending masyarakat juga ada, ini mungkin akan lebih baik," tutup dia.