Sukses

Cara Sri Mulyani supaya Perbankan RI Mudah Ekspansi ke ASEAN

Sri Mulyani ingin meratifikasi AFAS agar perbankan Indonesia mudah melakukan ekspansi ke luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menggelar rapat kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI terkait dengan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). Perjanjian kerja sama ini dianggap penting agar perbankan Indonesia mudah melakukan ekspansi ke negara lain.

Sri Mulyani mengatakan, sebenarnya protokol ke-6 dalam perjanjian kerja sama ini telah ditandatangani oleh para menteri keuangan di kawasan ASEAN. Bahkan 9 negara ASEAN telah meratifikasi protokol ke-6 dari perjanjian tersebut.

"Sebanyak 9 negara sudah meratifikasi protokol ke-6 ini. Jadi tinggal Indonesia yang belum meratifikasi. Sekarang sudah menginjak pada protokol ke-7," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Sri Mulyani menjelaskan, setidaknya ada tiga manfaat yang bisa didapatkan oleh Indonesia dengan meratifikasi protokol ke-6 ini. Pertama, investasi dari ASEAN ke Indonesia akan meningkat sehingga dapat mendorong pengembangan industri jasa keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kedua, membuka peluang pemasaran dan investasi jasa keuangan Indonesia di pasar ASEAN. Secara khusus, dalam kerja sama dengan ABIF akan membuka kesempatan bagi perbankan Indonesia untuk beroperasi ke negara-negara ASEAN.

"Komitmen ABIF (ASEAN Banking Integration Framework), Indonesia dan Malaysia sepakat mengizinkan bank QAB (Qualified Asian Banking) untuk beroperasi di masing-masing negara. Malaysia sudah mempunyai dua QAB di Indonesia. QAB ketiga Malaysia diizinkan beroperasi setelah QAB Indonesia beroperasi di Malaysia, dengan demikian ada asas resiprokal," kata dia.

Manfaat ketiga, mendorong ketersediaan produk perbankan yang lebih merata di kawasan Indonesia. "Pemberian akses pendirian bank yang dimiliki negara ASEAN di Kota Makassar diharapkan dapat menambah alternatif produk perbankan di wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur," tandas Sri Mulyani.

2 dari 2 halaman

RI Jadi Negara dengan Perekonomian Terbesar ke-5 di Dunia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan orasi ilmiah dalam acara Dies Natalis dan Wisuda Program Pascasarjana Semester Gasal 2018 Universitas Indonesia (UI) pada 3 Februari 2018. Ada beberapa isu utama yang disampaikan oleh Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut, beberapa di antaranya adalah peran pemuda di ekonomi, tren ekonomi global hingga ekosistem dunia digital di Indonesia dan dunia.

Sri Mulyani menyampaikan orasi ilmiah tersebut cukup singkat dan padat. Orasi tersebut berjalan kurang lebih 60 menit, dan berlangsung di Balairung Kampus UI, Depok Jawa Barat.

Dalam pemaparan tersebut, Sri Mulyani menyatakan bahwa pembangunan ekonomi yang inklusif memungkinkan seluruh masyarakat bisa berpartisipasi dalam proses dan menikmati hasil pembangunan dalam semua sektor di Indonesia.

Saat ini Indonesia telah masuk di dalam daftar 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia atau G20. Indonesia juga telah mendapat status investment grade.

"Status yang belum pernah dicapai sejak krisis Ekonomi Indonesia 20 tahun lalu," tutur dia.

Dengan modal tersebut, Sri Mulyani menyatakan bahwa Indonesia mampu menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kelima di dunia pada 2045 nanti.

"Pertumbuhan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian global berada akan pada urutan ke-5 setelah China, AS, India, dan negara-negara kelompok Uni Eropa." jelas Sri Mulyani.

Dia pun melanjutkan, untuk bisa mencapai hal tersebut, perlu adanya fondasi ekonomi Indonesia lebih fleksibel dan berdaya tahan. Hal ini merupakan modal bangsa untuk terus memperbaiki kesejahteraan, pemerataan dan mewujudkan keadilan.

Pada 2045 nanti, akan menjadi momentum yang berharga, mengingat pada saat itu tepat 100 tahun Bangsa Indonesia telah merdeka.

Sri Mulyani berujar bahwa tantangan ke depan bagi bangsa ialah kemampuan untuk berubah dari segi pendapatan.

Indonesia akan menjadi negara dengan berpendapatan menengah menjadi negara maju dan terbebas dari middle income trap. "Ini adalah visi kita, Indonesia di masa depan." tutup dia.