Sukses

Japan Credit Rating Dongkrak Peringkat Indonesia

Japan Credit Rating melihat reformasi yang dilakukan pemerintahan Indonesia di bawah pimpinan Joko Widodo meningkatkan iklim investasi.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat internasional Japan Credit Rating Agency (JCR) mendongkrak peringkat utang jangka panjang mata uang asing dari BBB- menjadi BBB atau layak investasi. Prospek pun berubah dari positif menjadi stabil.

Selain itu, Japan Credit Rating juga menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia dengan mata uang lokal dari BBB menjadi BBB+ dengan prospek dari positif menjadi stabil. Peringkat obligasi juga naik dari BBB- menjadi BBB.

Mengutip laman keterangan tertulis, Japan Credit Rating Agency Ltd, Kamis (8/2/2018), ada sejumlah pertimbangan membuat lembaga pemeringkat tersebut mengubah peringkat utang Indonesia. Sejak pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) melakukan reformasi struktural dengan mengurangi ketergantungan terhadap sektor sumber daya alam. Sejumlah inisiatif reformasi dilakukan sejak tiga tahun pemerintahan Jokowi.

Pertama, hal itu berdampak terhadap iklim investasi meningkat. Kemudian paket kebijakan investasi swasta terutama domestik juga mulai meningkat di sektor nonsumber daya alam. Ini juga diikuti investasi secara langsung oleh investor asing.

Kedua, pembangunan infrastruktur juga meningkat di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ini ditunjukkan dari sejumlah proyek strategis nasional. Ketiga, utang luar negeri oleh sektor swasta sejak 2016 juga aman seiring penerapan kehati-hatian untuk menarik pinjaman luar negeri. Ini membuat ketahanan negara terhadap guncangan dari luar.

"Dengan mempertimbangkan itu, Japan Credit Rating meningkatkan peringkat Indonesia satu tingkat menjadi BBB+ dengan prospek menjadi stabil," tulis manajemen Japan Credit Rating.

Japan Credit Rating (JCR) juga akan memantau secara ketat pengadaan dana dari sektor swasta untuk infrastruktur. Ada sekitar 245 proyek strategis nasional, dan 60 persen proyek dalam pembangunan. JCR menyatakan ada 245 proyek strategis nasinal yang memiliki nilai US$ 327,2 miliar.

Mayoritas persyaratan pendanaan tergantung pada sektor swasta. Pemerintah pun bermaksud secara aktif untuk memobilisasi dana termasuk sumber eksternal untuk infrastruktur termasuk mempertimbangkan pinjaman eksternal.

Sebelumnya, JCR melihat Indonesia bergantung pada sumber daya mineral, seperti batu bara. Kini investasi swasta stagnan terutama di sektor sumber daya alam. Hal itu lantaran harga batu bara terus turun sejak 2011.

Dihadapkan pada situasi itu, pemerintah menerapkan 15 paket kebijakan ekonomi sejak September 2015. Hal ini membawa perbaikan signifikan terhadap lingkungan investasi melalui deregulasi yang diterapkan di bawah kebijakan tersebut. Bank Indonesia (BI) juga membuat serangkaian kebijakan sehingga target inflasi juga terjaga.

Selain itu, JCR juga melihat defisit neraca berjalan negara relatif sempit dalam beberapa tahun terakhir di tengah pertumbuhan ekspor sektor nonsumber daya alam. Defisit diperkirakan tetap di bawah pengelolaannya dua persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2018-2020.

Cadangan devisa juga cukup tinggi yang menutupi 8,6 bulan impor dan 2,5 kali dari utang luar negeri jangka pendek. Ini menunjukkan ketahanan negara terhadap guncangan sektor eksternal. Sektor perbankan juga menunjukkan kinerja sehat. Ini dengan rasio kecukupan modal dan kredit bermasalah. Japan Credit Rating juga akan memantau pendapatan pemerintah seiring ada program amnesti pajak.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Moody's Pertahankan Profil Kredit Indonesia

Sebelumnya, lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service menilai kalau profil kredit atau utang Indonesia tetap di posisi Baa3 positif.

Penetapan peringkat itu didukung defisit fiskal Indonesia semakin sempit, rendahnya utang pemerintah, ekonomi besar serta prospek pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang sehat.

Mengutip laman Moody's, seperti ditulis Selasa 6 Februari 2018, Moody's menilai Indonesia juga hadapi tantangan kredit meliputi mobilisasi pendapatan rendah dan ketergantungan pada pendanaan eksternal.

Ditambah faktor-faktor yang mengekspos ekonomi dan keuangan pemerintah terhadap fluktuasi dalam kondisi pembiayaan global.

"Prospek positif dengan peringkat sovereign menunjukkan pandangan Moody's terhadap sentimen eksternal berkurang dan efektivitas kebijakan meningkat," ujar Analis Moody's Anushka Shah.

Dalam laporan Moody's menyebutkan kalau prospek pertumbuhan di Indonesia tetap stabil. PDB akan berkisaran 5,2 persen-5,3 persen secara year on year (YoY) yang didukung konsumsi swasta dan kenaikan pertumbuhan ekspor.

Moody's melihat dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia merampingkan peraturan kompleks secara bertahap. Ini membuat perbaikan persepsi investor dan penjumlahan dalam pembentukan modal tetap. "Walaupun pertumbuhan investasi masih di bawah puncak," ujar dia.

Moody's juga menilai, pemerintah taat terhadap pembatasan defisit fiskal sehingga beban utang tetap rendah. Akan tetapi, basis pendapatan yang sempit membatasi keterjangkauan utang.

"Harga komoditas yang lebih tinggi dan stabilitas lanjutan dalam pertumbuhan serta arus masuk investasi telah menghasilkan peningkatan dalam buffer atau bantalan sentimen eksternal. Namun ketergantungan Indonesia terhadap mata uang asing menghadapkannya pada perumbuhaan kondisi pembiayaan global," jelas dia.

Akan tetapi, bantalan eksternal lebih kuat dari 2008 dan taper tantrum pada 2013. Moody's akan pertimbangkan menaikkan peringkat Baa3 jika Indonesia menunjukkan kemajuan lebih lanjut untuk kurangi kerentanan eksternal secara berkelanjutan.

"Salah satu indikasi positif perkembangan ini adalah pengurangan ketergantungan pemerintah terhadap utang luar negeri," ujar dia.

Sedangkan Moody's Investor Service melihat tidak mungkin menurunkan peringkat. Hal ini mengingat prospek positif dari profil kredit Indonesia. Namun peringkat profil kredit dapat melemah jika ada bukti dan pemerintah tidak dapat perbaiki kinerja penerimaan.