Liputan6.com, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai, wacana pemotongan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) Muslim untuk zakat yang diajukan oleh Kementerian Agama bertentangan dengan peraturan yang sebelumnya dibuat oleh Pemerintah.
Abra menyatakan, peraturan tentang pembayaran zakat PNS itu sebenarnya sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 tentang Pengelolaan Zakat, yang mana secara isi tidak memperkenankan pemerintah untuk memasukan perkara zakat ke dalam upah bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Sebetulnya kita sudah memiliki UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Tapi, dalam regulasi tersebut tidak ada klausul yang memberikan kewenangan pemerintah memotong gaji ASN untuk zakat. Dalam hal ini saja sudah terbukti bertentangan dengan UU," ujar dia ketika dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan perihal pengaturan tentang tata cara penghitungan zakat mal, di mana sebetulnya sudah diatur pada Peraturan Menteri Agama (PMA) No 52 Tahun 2014 yang berisi tentang aturan nisab, atau harta tersimpan dalam setahun.
"Pada Pasal 26 ayat 1 dan 2, disebutkan bahwa nisab zakat pendapatan adalah senilai 653 kilogram gabah atau 524 kilogram beras, dengan ketentuan sebesar 2,5 persen," ucap dia.
Selain itu, Abra menambahkan, zakat PNS juga harus dihitung secara akumulatif per tahun dengan cara nisab. Pasal 2 huruf c PMA No 52 Tahun 2014 menyebutkan bahwa syarat zakat mal yakni cukup nisab.
"Tapi lagi-lagi, dalam peraturan tersebut, sama sekali tidak ada ketentuan pengaturan soal pemotongan gaji ASN untuk zakat pengasilan," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Butuh Kajian Lebih Lanjut
Abra menganggap, wacana pemotongan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) Muslim untuk zakat itu perlu kajian lebih mendalam lagi.
Dia mengatakan, Kemenag harus lebih dulu melakukan uji publik terhadap para Aparatur Sipil Negara (ASN) pemeluk Agama Islam serta kajian yang komprehensif, meliputi unsur yuridis, filosofis maupun sosiologis.
"Secara umum, saya pribadi mengapresiasi niat baik Kemenag yang memfasilitasi ASN Muslim untuk membayar zakat secara sistematis. Namun demikian, hal pertama yang harus dilakukan pemerintah sebelum mengeluarkan peraturan tersebut adalah melakukan uji publik serta kajian yg komprehensif," ujar dia.
Wacana yang digulirkan Kemendag tersebut, dia menyarankan, tidak perlu dibuat sebagai aturan, tapi cukup imbauan kepada ASN Muslim saja. Dia meminta agar para pegawai negara beragama Islam yant telah memenuhi nisab, untuk secara sadar dan sukarela menunaikan kewajiban zakat langsung kepada lembaga pengelola zakat resmi pemerintah seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
"Apalagi pemerintah sudah memberikan insentif berupa potongan PPh (Pajak Penghasilan) bagi individu yang telah membayar zakat di lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah," pungkasnya.
Advertisement