Sukses

70 Persen Produksi Ban RI Diekspor ke Negara Lain

Produk ban dalam negeri merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk meningkatkan nilai tambah karet alam melalui program hilirisasi. Ini karena karet memiliki potensi besar sebagai bahan baku untuk berbagai sektor industri, termasuk mendukung sejumlah pembangunan proyek pemerintah.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara mengatakan,‎ saat ini pemerintah terus mendorong optimalisasi pemanfaatan karet alam, karena selama ini penyerapannya didominasi oleh industri ban kendaraan.

"Produk ban dalam negeri merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia. Dari total produksi, 70 persen diperuntukkan bagi pasar ekspor dengan nilai mencapai US$ 1,5 miliar per tahun," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (11/2/2018).

Merujuk data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), karet alam menyumbang sebesar 45 persen untuk bahan baku ban. Kebutuhan karet alam di pasar domestik sekitar 600 ribu ton dari total produksi per tahun yang mencapai 3,3 juta ton.

Untuk itu, masih terdapat peluang besar menciptakan cabang-cabang industri baru seperti industri ban pesawat dan vulkanisir pesawat terbang yang dapat menyerap karet alam cukup banyak dan menghasilkan devisa nasional.

“Pemerintah memandang penting bahwa upaya untuk mengoptimalkan konsumsi karet alam di dalam negeri perlu dilakukan guna meningkatkan nilai tambah dari potensi sumber daya alam nasional,” kata dia.

Apalagi, adanya kebijakan untuk pembangunan tol laut, juga menjadi kesempatan baik bagi industri pengolahan karet untuk menunjang kebutuhan dalam pembagunan pelabuhan, seperti rubber dock fender, rubber floating fender, rubber bumper, dan sebagainya.

Saat ini Sumatera Selatan merupakan penghasil karet terbesar di Indonesia dengan luas lahan 845,16 hektar. Sedangkan produksinya mencapai 970,67 ribu ton per tahun.

2 dari 2 halaman

Pembatasan Ekspor Picu Kenaikan Harga Karet Dunia

Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa pembatasan ekspor melalui skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) mendorong‎ kenaikan harga karet alam dunia sebesar 5 persen selama Januari 2018.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan,‎ kelompok negara eksportir karet dunia atau International Tripartite Rubber Council (ITRC), yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia sepakat melakukan‎ pembatasan ekspor melalui skema AETS.

"Keputusan dalam skema AETS kelima yang disetujui pada 22 Desember 2017 di Bangkok, Thailand," kata Oke, di Jakarta, Sabtu (10/2/2018).

Menurut Oke, ITRC sepakat mengurangi volume ekspor karet alam sebesar 350 ribu ton selama tiga bulan, yaitu Januari-Maret 2018. Hasilnya, terjadi kenaikan harga karet alam sebesar 5 persen.

Adapun arga rata-rata karet alam menurut Daily Composite Price IRCo (14-day moving average) naik dari US$ 1,46 per kg pada 21 Desember 2017 ke US$ 1,54 per kg pada 31 Januari 2018.

Pelaksanaan skema AETS kelima ini akan dimonitor dan dievaluasi tiap bulan oleh Komite Monitoring dan Pengawasan dari ITRC.

Tujuan AETS kelima ini, seperti keputusan penerapan AETS sebelumnya, yaitu untuk mendongkrak harga karet, terutama agar harga bergerak ke tingkat yang lebih menguntungkan petani.

“Pelaksanaan AETS di Indonesia didukung dengan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 67 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan AETS Kelima untuk Komoditas Karet Alam. Indonesia, bersama-sama Thailand dan Malaysia, berkomitmen menjalankan AETS sesuai kesepakatan dan regulasi di masing-masing negara,” papar Oke.