Sukses

Kementerian PUPR Tingkatkan Target Penyaluran Rumah Subsidi di 2018

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan permintaan kepemilikan rumah subsidi belum sesuai target pada 2017.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lana Winayanti menyatakan, permintaan kepemilikan rumah subsidi pada tahun lalu masih belum sesuai dengan target penyaluran.

"Pada 2017, ada demand sekitar 212 ribu unit. Sementara target kita tahun lalu adalah 265 ribu unit, masih kurang sedikit," uja dia kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti dikutip Senin (12/2/2018).

Terkait penyebab belum tergapainya target tersebut, dia menjelaskan, ini karena banyak bank dan pengembang yang mengambil kredit konstruksi dari Bank Tabungan Negara. "Sementara yang BPN dan BPD belum menyalurkan kredit konstruksi," tukas dia.

Kementerian PUPR sendiri menyerahkan tanggung jawab bantuan pembiayaan rumah subsidi tersebut kepada tiga lembaga di bawahnya, yaitu Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (BLU-PPDPP), Satuan Kerja Ditjen Pembiayaan Perumahan, dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Selanjutnya, Lana turut mengungkapkan masalah lain yang pihaknya hadapi saat tutup tahun kemarin, yaitu subsidi selisih bunga (SSB) yang menemui batas akhir pemasukan akad kreditnya pada 10 Desember 2017.

"Ada waiting list rumah siap akad yang belum diproses, karena kita juga butuh waktu untuk memproses uang muka," terangnya.

Dia menyebutkan, meskipun belum menemui target penyaluran unit rumah subsidi pada tahun lalu, Kementerian PUPR tetap akan sedikit meningkatkan targetnya dari 2017.

"Untuk 2018 ini, target kita menjadi 267 ribu (unit), ditingkatkan sedikit. Kita juga akan anggarkan total Rp 6,09 triliun untuk bantuan pembiayaan perumahan," pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Menteri PUPR Kebut Aturan Pengawasan Kualitas Rumah Subsidi

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono menyatakan, pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi cukup tinggi hingga 20 persen. Realisasi ini harus diiringi dengan kualitas rumah subsidi yang dijual, termasuk fasilitas yang disediakan.

"Saya rasa ini membanggakan. Namun di sisi lain, Kementerian PUPR bertanggung jawab untuk melindungi konsumen. Pertumbuhan KPR juga harus dibarengi dengan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, mulai dari sanitasi, air bersih, dan kualitas rumahnya," tuturnya di Jakarta, seperti ditulis pada Senin 5 Februari 2018.

Terlebih lagi untuk program KPR bersubsidi. Pengawasan harus ketat karena menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Apalagi bila menyangkut KPR subsidi. Saya bertanggung jawab untuk mengawasi karena ada uang negara di dalamnya," tambah Basuki.

Dia melanjutkan, untuk meningkatkan pengawasan rumah subsidi, Kementerian PUPR sudah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri PUPR yang diharapkan rampung dalam waktu dekat, serta bisa diimplementasikan pada tahun ini.

“Spesifikasi teknis rumah layak huni sudah ada, namun implementasi dalam pembangunan rumahnya yang memerlukan peningkatan pengawasan,” jelasnya.

Pada 2017, nilai transaksi Indonesia Property Expo (IPEX) yang diselenggarakan oleh Bank BTN mencapai Rp 7 triliun dari target Rp 4 triliun. Pada pameran tahun ini, nilai transaksi ditargetkan mencapai angka yang sama dengan tahun sebelumnya.

Di samping kualitas rumah subsidi, Menteri Basuki juga mendorong perbankan untuk memberikan akses KPR Mikro bagi pekerja informal. Oleh karenanya, dia mengapresiasi Bank BTN yang memiliki program KPR Mikro untuk pekerja informal, serta telah menyalurkannya kepada penjual bakso dan tukang cukur.

"Saya rasa para pekerja informal juga memiliki kemampuan mengangsur. Saya berbicara dengan Ketua Perkumpulan Tukang Cukur asal Garut yang menjadi langganan saya di Pasar Santa. Mereka setiap bulannya mampu menyisihkan uang kira-kira sebesar Rp 500 ribu," tutup Basuki.