Sukses

Hari Ini, 60 Ribu Ton Beras Impor Asal Thailand Masuk ke RI

Beras impor tak akan langsung digelontorkan ke pasaran melalui operasi pasar, melainkan akan dijadikan cadangan beras Bulog.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 60 ribu ton beras asal Thailand mulai masuk pada hari ini. Beras impor tersebut masuk ke Indonesia melalui tiga pelabuhan.

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Siti Kuwati mengatakan, 10 ribu ton masuk ke Pelabuhan Lampung, 20 ribu ton masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, dan 30 ribu ton masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok.

"Kemarin Vietnam 57 ribu ton. Jadwal hari ini Thailand," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (13/2/2018).

Sebelumnya, pada Minggu, 11 Februari 2018, Siti menyatakan 57 ribu ton beras impor asal Vietnam masuk ke Indonesia.

Dari jumlah tersebut, 6 ribu ton masuk melalui Pelabuhan Merak, 41 ribu ton melalui Pelabuhan Tanjung Priok, dan 10 ribu ton melalui Pelauhan Tenau, Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Sandar Minggu di Merak 6 ribu ton, Tanjung Priok 41 ribu ton dan Tenau NTT 10 ribu ton. Semua dari Vietnam," ujar dia.

Siti mengungkapkan, beras-beras tersebut tidak akan langsung digelontorkan ke pasaran melalui operasi pasar, melainkan akan dijadikan cadangan beras Bulog dan baru akan didistribusikan bila diperlukan.

"Disimpan sebagai stok," kata dia.

Selain itu, kata dia, masuknya beras impor tersebut akan mengembalikan cadangan beras Bulog yang semakin menipis karena perusahaan pelat merah tersebut mendapat penugasan untuk melakukan operasi pasar.

"Posisi (stok) Jumat (9 Februari 2018), kurang lebih 650 ribu ton," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Jaga Inflasi

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menilai pemerintah Joko Widodo (Jokowi) mengarahkan laju inflasi ke level rendah di bawah 4 persen. Tahun ini, target inflasi 3,5 persen atau lebih rendah dibanding realisasi 3,61 persen di 2017.

"Keputusan pemerintah impor untuk menjaga inflasi tetap rendah, apalagi menjelang bulan-bulan politik (tahun politik). Kalau (inflasi) naik, ngeri nih," kata Burhanuddin pada 24 Januari 2018.

Menurut dia, pemerintah membuka keran impor garam, beras, dan komoditas lain dalam rangka mengendalikan harga. Alasannya, Burhanuddin bilang, faktor utama penyumbang inflasi di Indonesia ada di sektor pangan.

"Buat masyarakat yang penting ada barangnya. Mau beli gula, garam, beras, ada barangnya. Jadi harga stabil dan inflasi tetap rendah. Jadi pemerintah mencari landasan yang pas atau menyenangkan buat mereka (masyarakat) demi inflasi rendah," jelas Burhanuddin.

 

3 dari 3 halaman

Total Impor

Untuk diketahui, pemerintah memutuskan untuk impor beras khusus yang akan dijual dengan harga beras medium sebanyak 500 ribu ton. Selain itu, keran impor juga dibuka untuk komoditas garam industri yang mencapai 3,7 juta ton, serta impor gula mentah sekitar 1,8 juta ton di 2018.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution dalam keterangan resminya menyatakan, impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton di tahun ini untuk memenuhi kebutuhan industri petrokimia, pulp dan kertas, farmasi dan kosmetik, aneka pangan, pengasinan ikan, tekstil, penyamakan kulit, pakan ternak, pengeboran minyak, sabun dan deterjen, serta industri lainnya.

“Angka 3,7 juta ton itu untuk garam industri, bukan garam konsumsi. Ini perlu dibedakan. Untuk garam konsumsi atau yang kita kenal dengan garam dapur itu, kita sama sekali tidak mengimpor,” tegas Darmin.

Darmin meminta agar Menteri Perdagangan segera memproses izin impor garam industri yang telah diajukan oleh beberapa industri pengguna garam sebagai bahan baku industri sesuai dengan data dari Kementerian Perindustrian.

“Untuk impor garam industri ini tidak lagi memerlukan rekomendasi setiap kali impor. Itu akan dilakukan oleh Menteri Perdagangan. Tentu saja dengan batasan 3,7 juta ton,” ucap mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu.

Menurut Darmin, penetapan angka untuk kebutuhan garam industri sebaiknya sesuai data Kementerian Perindustrian. “Kalau persoalannya kebutuhan industri, ya berarti Kementerian Perindustrian. Ini pun juga tidak sekaligus. Nanti di perjalanannya akan terus kita pantau,” ujarnya menegaskan.