Sukses

Pengusaha Minta RUU SDA Perhatikan Nasib Industri Air Minum

Dalam draft RUU SDA ini tidak memberikan keleluasaan pengelolaan air pada swasta.

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) ‎meminta DPR untuk memperhatikan kelangsungan nasib pengusaha terkait pembahasan RUU Sumber Daya Air (SDA). Pasalnya dalam draft RUU tersebut, membatasi pihak swasta dalam mengelola SDA.
 
Ketua Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan, dalam draft RUU SDA ini tidak memberikan keleluasaan pengelolaan air pada swasta. Padahal selama ini industri air minum dalam kemasan telah berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan investasi di dalam negeri.
 
Selain itu, lanjut dia, dalam draft RUU tersebut juga menyamakan industri air minum dengan perusahaan penyedia air minum dalam pipa.‎ Hal ini dinilai akan membahayakan keberlangsungan industri air minum kemasan. 
 
‎‎"Di  pasal 58 ayat 1 dalam draft tersebut juga disebut bahwa perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sama seperti penyedia air minum dalam pipa. Yang berarti berhubungan infrastruktur, padahal kita ini manufaktur," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (14/2/2018).
 
Tidak hanya itu, lanjut Rahmat, khusus perizinan untuk industri juga rencananya hanya diberikan untuk perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
 
"Kalau begitu lalu bagaimana dengan swasta yang selama ini telah berkontribusi dengan mengalirkan air ke sumber tertentu agar masyarakat dapat mengaksesnya," kata dia.
 
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis menyatakan pihaknya akan segera mencari formulasi terkait hal tersebut. Menurut dia, dalam draft RUU tersebut harus ada formulasi agar kepentingan masyarakat dan pihak swasta tetap terakomodir.
 
"Harus ada ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya air. Nah untuk itu formulasinya harus mengakomodir kedua pihak," tandas dia.
2 dari 2 halaman

Pengusaha Usul Pakai Tagline Best Before di Produk Makanan

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengusulkan kepada pemerintah untuk menggunakan tagline 'Best Before' pada produk makanan, dibanding 'Expired Date' atau tanggal kadaluarsa.

Ketua GAPMMI Adhi Lukman mengatakan, pihaknya akan merundingkan kesepakatan tersebut dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) beserta Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Terus terang, ini benar-benar isu baru yang didapatkan dari Amerika. Memang kami akan berencana berdiskusi dengan Badan POM, dan juga dengan Kemenperin terkait usul tersebut," ucap dia di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta pada Selasa (30/1/2018).

"Tapi saya pikir, Best Before ini lebih baik untuk diterapkan, karena ada makanan dan minuman yang kualitasnya masih layak dimakan walaupun sudah jatuh tanggal kadaluarsanya," tambah dia.

Terkait penggunaan Best Before, dia memakai acuan Jepang, yang dianggapnya dapat memilah dan memisahkan antara produk makanan minuman dengan produk kimia lainnya.

"Di Jepang sangat rapi sekali. Mereka tidak mencampur pangan dengan kosmetik, obat, dan bahan kimia lainnya. Kita di sini banyak toko-toko yang mencampurkan produk-produk tersebut," jelas dia.

Selain itu, Adhi menilai masih ada beberapa kendala terkait penerapan Best Before pada produk makanan kita, seperti kondisi logistik dan distribusi di Indonesia yang dinilai masih lemah.

"Kondisi logistik dan distribusi kita masih tidak memadai, sehingga kadang-kadang terjadi kerusakan kemasan produk akibat distribusinya," kata dia.

Berdasarkan acuan tersebut, Adhi menilai polemik perihal penggunaan Best Before vs Expired Date pada produk makanan dan minuman di Indonesia masih perlu dikaji lebih lanjut.

"Apakah kita bagus menerapkan kadaluarsa atau best before, itu perlu kajian ulang. Tapi harapan kami tentunya, kalau bisa best before, itu lebih baik," ujar dia.