Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) akan membuka lowongan kerja 800 ribu untuk posisi petugas pencacah sensus penduduk (SP) pada 2020.
"Kita butuh minimal 800 ribu orang dan maksimal 1 juta orang. Tidak mungkin pakai tenaga BPS karena pegawai kami hanya 15 ribu orang," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M. Sairi Hasbullah, Rabu (14/2/2018).
Saat ditanya mengenai syarat petugas pencacah sensus pendudukini, ia mengungkapkan pendidikan terakhir minimal SMA. "Ya tentu ada syarat khusus, minimal pendidikan SMA ya. Kalau dia tamatan kelas 3 SD jadi pencacah tidak bisa. Tidak mungkin bisa memahami dalam dua hari," ujar Sairi.
Advertisement
Baca Juga
Sairi menambahkan, pendaftaran posisi petugas pencacah sensus penduduk 2020 dibuka pada Februari dan Maret. Petugas tersebut bekerja untuk periode Juni-Juli 2020. Selain itu, juga akan diberi pelatihan terkait sensus kependudukan tersebut.
Ia menuturkan, pelatihan ini akan diadakan dua hari, yang akan diisi bagaimana memahami prosedur, konsep, dan definisi SP.
"Ini supaya pencacah yang ada di Sabang, sama dengan yang ada di Miama, di Pulau Rote sama dengan yang ada di Kalimantan, sama dengan Merauke, semua seragam dengan pemahaman terhadap konsep-konsep yang ada itu," kata dia.
Sebelumnya, Sairi menuturkan akan membuka lapangan pekerjaan serta upah atau gaji bagi petugas sensus penduduk ini akan di atas UMR.
"Gajinya pasti di atas UMR. Tapi kami belum mematok di atas UMR provinsi mana, karena tergantung anggaran. Kalau tiba-tiba berubah repot," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
1 Juta Pegawai Kawal Sensus Penduduk
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengerahkan sekitar satu juta petugas pencacah, supervisor, dan posisi lainnya dalam rangka menyukseskan Sensus Penduduk (SP) tahun 2020. Sensus Penduduk rencananya akan berlangsung pada Juni 2020, dan diawali dengan sensus mini pada Juli 2018.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M. Sairi Hasbullah mengungkapkan, sensus penduduk yang diselenggarakan Indonesia merupakan nomor empat terbesar di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat (AS).
"Di SP 2020, akan melibatkan 800 ribu pencacah. Belum lagi supervisor, dan lainnya, jadi kurang lebih satu juta petugas terlibat di luar organik BPS," ujar dia dalam Kick Off SP Tahun 2020 di kantor BPS, Jakarta, Rabu 14 Februari 2018.
Sensus Penduduk 2020 rencananya digelar pada Juni 2020. Dalam pelaksanaannya, Sairi mengaku akan menghadapi tantangan yang berkaitan dengan isu privasi yang makin dominan.
"SP 2020 berhadapan dengan isu privasi yang makin dominan, kepercayaan masyarakat, dan waktu luang yang sulit ditemui. Masyarakat semakin individualis, tidak seperti di tahun 1990-an, mereka menyambut antusias kalau ada petugas BPS yang datang untuk sensus," jelas Sairi.
Oleh karena itu, BPS akan menggunakan inovasi dalam metode pengumpulan data di lapangan. Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, BPS akan menggunakan tiga jenis metode pencacahan, yakni PAPI (Paper and Pencil Interviewing), CAPI (Computer Assisted Personal Interviewing), dan CAWI (Computer Assisted Webinterviewing).
"Kita juga akan memanfaatkan teknologi geospasial dalam kerangka induk dan pengumpulan data, dan tiga pendekatan dalam metode pencacahan CAPI, CAWI, dan PAPI sehingga pencacahan SP 2020 lebih mulus dan hasilnya lebih berkualitas," tutur Suhariyanto.
Dalam pelaksanaan SP 2020, BPS akan memenuhi tiga prinsip, yakni akurat, banchmark, dan komprehensif.
"Hasil SP harus akurat karena akan menjadi banchmark karena datanya komprehensif. Hasil SP 2020 sangat penting untuk bisa menjadi penajaman target di kementerian/lembaga guna mendorong pembangunan nasional," tandas Suhariyanto.
Advertisement