Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan perpanjangan rekomendasi ekspor mineral olahan (konsentrat) untuk ‎PT Freeport Indonesia. Padahal batas waktu izin ekspor akan habis pada Jumat, 16 Februari 2018.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi terhadap laporan kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
"Ya kalau masih dievaluasi biarkan saja,"‎ kata Bambang, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Bambang memastikan, rekomendasi ekspor konsentrat Freeport tidak akan dikeluarkan pada hari ini meski ‎pada 16 Februari 2018 batas waktu izin ekspor konsentrat Freeport berakhir.
‎"Enggak (dikeluarkan rekomendasi hari ini), kan masih dievaluasi dulu," tutur Bambang.
Menurut Bambang, saat ini Freeport Indonesia masih boleh melakukan ekspor konsentratnya sampai batas waktu yang ditentukan.
‎"Ya terus saja, kan suratnya berlaku tanggal putusnya," tegas Bambang.Â
Terkait dengan kuota volume ekspor konsentrat yang diusulkan Freeport Indonesia, Bambang belum bisa menyebutkan. Dia hanya menegaskan, yang menetapkan besaran kuota ini adalah pemerintah walaupun perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu meminta kuota lebih besar.
"‎Itu terserah kita, minta tinggi boleh saja. Tapi terserah kita," tandasnya.
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia akan mengajukan rekomendasi‎ izin ekpor mineral olahan (konsentrat) tembaga. Perusahaan tersebut telah mendapat perpanjangan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan, Freeport segera mengajukan rekomendasi izin ekspor‎ konsentrat tembaga ke pemerintah Indonesia. Ini dilakukan sebelum batas waktu izin habis pada Februari 2018.
"Akan mengajukan rekomendasi ekspor," ‎kata Riza, saat berbincang dengan Liputan6.com pada 4 Januari 2018.
Namun ketika ditanyakan waktu pengajuan rekomendasi izin ekpor konsentrat ke pemerintah, dia belum bisa menyebutkan.
Freeport mendapat perpanjangan IUPK pada 28 Desember 2017. Menurut Riza, IUPK Freeport yang habis pada 10 Januari 2018, kemudian diperpanjang hingga 3‎0 Juni 2018.Â
"IUPK Freeport Indonesia diperpanjang, sudah d‎iterbitkan sampai 30 Juni 2018," tutup dia.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Jonan: Antam Tak Bakal Mampu Kelola Tambang Bawah Tanah Freeport
Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia yang mengelola tambang emas dan tembaga di Papua akan berakhir pada 2021. Pemerintah didesak untuk menunggu masa kontrak selesai dan bisa menguasai tambang milik perusahaan asal Amerika Serikat tersebut ketimbang membeli 51 persen sahamnya.
Namun menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan apabila ingin mengambil alih pengelolaan tambang bawah tanah, seperti Grasberg dan Big Gossan dengan menyetop perpanjangan kontrak, pemerintah harus menunjuk kontraktor asing.
"Kalau tidak diperpanjang (kontrak), ada yang berpandangan bisa diserahkan ke kontraktor asing lain untuk mengelola. Tapi ada yang berpandangan diserahkan ke PT Aneka Tambang (Antam) Tbk," ujar Jonan saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis malam (25/1/2018).
Dia pesimistis dengan kemampuan Antam mengelola tambang bawah tanah, penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia itu. Alasannya, Jonan mengaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan nasional tidak memiliki pengalaman mengelola tambang yang dinilai sangat kompleks tersebut.
"Kalau diserahkan ke Antam, saya yakin tidak bisa karena expertise-nya tidak pernah ada. Karena ini adalah tambang tembaga bawah tanah yang panjang terowongannya 700 km dan kita tidak pernah mengelola tambang sekompleks ini. Di dunia pun, ini one of the most kompleks engineering design yang pernah dibikin untuk tambang bawah tanah," tegas Jonan.
Dia mengatakan, saat ini upaya pemerintah adalah menguasai 51 persen saham Freeport Indonesia dengan harga paling wajar. Salah satu caranya dengan membeli hak partisipasi perusahaan asal Australia, Rio Tinto di tambang Freeport Indonesia sebesar 40 persen.
"Sebesar 40 persen hak partisipasi ini bisa dikonversi menjadi saham pada 2021 seiring dengan perpanjangan hak partisipasi antara Rio Tinto dan Freeport McMoran pada periode yang sama," kata Jonan.
Advertisement