Sukses

Harga Minyak Menguat Imbas Dolar AS Tertekan

Dolar Amerika Serikat (AS) melemah dan bursa saham global positif angkat harga minyak.

Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat menjelang akhir pekan ini usai bursa saham global bergerak positif. Dolar Amerika Serikat (AS) melemah juga mendukung pemulihan minyak usai tertekan pada pekan lalu.

Harga minyak Brent naik 57 sen atau 0,8 persen ke posisi US$ 64,90 per barel pada pukul 11.17 waktu setempat. Harga minyak acuan ini naik lebih dari tiga persen selama sepekan usai tergelincir lebih dari delapan perseroan pada akhir pekan lalu.

Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menanjak 29 sen ke posisi US$ 61,65. Harga minyak sempat sentuh level tertinggi dalam satu minggu di US$ 61,89. WTI juga mencatatkan keuntungan selama sepekan lebih dari empat persen usai melemah hampir 10 persen pada pekan lalu.

"Bursa saham dan dolar AS menguatkan harga minyak untuk saat ini," ujar Jim Ritterbusch, Presiden Direktur Ritterbush and Associates seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (17/2/2018).

Bursa saham dunia juga mencatatkan keuntungan terbaiknya dalam enam tahun usai selama dua minggu tertekan. Sedangkan dolar AS mencapai titik terendah seak 2014.Indeks dolar AS melemah ke level terendah dalam tiga tahun terhadap sejumlah mata uang.

Dolar AS melemah sering meningkatkan permintaan minyak dan komoditas berdenominasi lainnya.

Sentimen lainnya mendukung harga minyak juga berasal dari pernyataan Menteri Energi Uni Emirat Arab yang mengatakan kalau produsen minyak yang dipimpin Arab Saudi dan Rusia akan merancang kesepakatan mengenai aliansi jangka panjang pada akhir 2018.

Sebelumnya the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan produsen minyak lainnya termasuk Rusia memangkas produksi sebesar 1,8 juta barel per hari untuk menopang harga. Pengaturan tersebut berakhir pada akhir 2018.

Namun lonjakan produksi AS mengimbangi usaha tersebut. Produksi minyak AS mencapai rekor 10,27 juta barel per hari pada pekan ini. The Energy Information Administration menyatakan kalau hal itu membuat AS menjadi produsen lebih besar ketimbang Arab Saudi.

Kesepakatan anggaran AS yang disetujui pekan lalu diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak mentah AS. Di sisi lain jumlah rig AS juga melonjak pada pekan lalu ke level tertinggi dalam tiga tahun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Harga Minyak Bervariasi pada Perdagangan Kemarin

Sebelumnya, harga minyak bergerak di dua arah pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Harga minyak Brent turun tipis sedangkan harga minyak mentah AS naik.

Mengutip Reuters, Jumat 16 Februari 2018, harga minyak Brent yang menjadi patokan harga minyak dunia tergelincir tiga sen dan menetap di US$ 64,33 per barel.Sedangkan untuk harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) menguat 74 sen atau 1,2 persen dan menetap di US$ 61,34 per dolar AS.

Dengan perbedaan tersebut selisih harga antara Brent dan WTI berada di level terendah dalam enam bulan.

"Dengan rendahnya perbedaan harga minyak ini maka insentif untuk ekspor minyak AS mulai menyempit,"" jelas co-president di Energy Management Institute, New York, Dominick Chirichella.

Anomali harga minyak ini juga terjadi saat nilai tukar dolar AS melemah. Seharusnya, saat dolar AS melemah harga minyak bisa naik karena komoditas tersebut akan lebih murah bagi investor yang bertransaksi dengan menggunakan mata uang lainnya.

"Ini semacam keadaan yang terbalik," kata Chirichella. Ia pun cukup heran pelemahan dolar AS ini tidak mendorong kenaikan harga minyak mentah AS.

Indeks dolar AS yang merupakan indeks yang mengukur nilai tukar dolar terhadap sekeranjang mata uang utama dunia lainnya turun ke level terendah dalam tiga tahun terakhir pada Januari kemarin.

"Saya heran pelemahan dolar AS ini tidak mendongkrak harga minyak. Biasanya gerak dolar AS memberikan dampak yang cukup besar terhadap harga minyak," jelas analis Tortoise Energy, Rob Thummel.