Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan melakukan negosiasi dengan pemerintah Vietnam untuk mendapat kelonggaran aturan ekspor mobil. Hal ini dilakukan karena mengancam keberlangsungan industri otomotif Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan ‎mengatakan, Kemendag akan menemui pemerintah Vietnam, untuk melakukan negosiasi menyangkut sertifikasi mobil impor yang dikeluaran pemerintah Vietnam.
‎"Kita membangun kerja samanya, apa yang terjadi dengan perdagangan itu yang akan kita negosiasikan‎," kata Oke, di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (19/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Oke mengungkapkan, negosiasi sertifikasi ‎yang akan dilakukan pemerintah Indonesia adalah pemberian kewenangan penerbitan sertifikasi tetap dilakukan oleh otoritas Indonesia.Â
"Kita harus paham dengan ketentuan Vietnam, supaya sertifikasi yang dilakukan di Indonesia bisa sesuai dengan di Vietnam dan bisa diterima," tutur Oke.
‎Menurut Oke, pemerintah Vietnam telah memberikan jawaban normatif atas dikeluarkannya kebijakan impor mobil. Namun kebijakan tersebut dikeluarkan secara mendadak dan tidak dibahas terlebih dahulu pada forum World Trade Organization (WTO).
‎"Mengeluarkan aturan jangan mendadak, harus di notifikasi ke WTO kalau tidak di notifkasi oleh WTO, ya kita bisa melalui WTO, kita paham maksudnya, karena kita mengalami," terang Oke.Â
Sebelumnya, pemerintah Vietnam telah memberlakukan regulasi baru, terkait pemeriksaan ketat untuk mobil impor. Hal tersebut dipandang sebagai proteksionisme, menyusul penghapusan tarif impor untuk mobil dari Asia Tenggara, mulai 1 Januari 2018.
Peraturan baru tersebut berdampak langsung ke pabrikan mobil di Indonesia. Salah satunya, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), yang sudah menunda ekspor mobil ke Vietnam.
"Mungkin semua sudah tahu, pemerintah Vietnam mengeluarkan regulasi yang menyebabkan harus menunda ekspor kita," jelas Direktur Administrasi, Corporate & External Affairs, Bob Azam kepada Liputan6.com melalui sambungan telepon, pada 29 Januari 2018.Â
Lanjut Bob, pihak pabrikan asal Jepang ini menggunakan kata 'menunda', karena memang kendaraan dari Toyota sudah siap. Jadi, dengan adanya peraturan baru ini, kendaraan Toyota tidak bisa masuk ke Vietnam alias tertahan.
"Kami berharap segera dinormalisasikan, karena yang penting arus barang jalan dahulu. Masalah tarif, atau nanti bisa dibicarakan karena paling penting arus barang harus jalan," tambah Bob.
Untuk diketahui, ekspor mobil Toyota buatan Indonesia didominasi oleh Fortuner, dengan kurang lebih 2.000-an unit per bulan. Selain itu, terdapat juga ekspor beberapa model dalam bentuk completly knock down (CKD), dan mesin.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekspor ke Vietnam Tertunda Toyota Indonesia Rugi Besar, Berapa?
Ekspor ke Vietnam tertunda, Toyota Indonesia mengalami kerugian besar. Hal ini karena dampak peraturan baru impor Vietnam.
Akibatnya, PT Toyota Motor manufacturing Indonesia (TMMIN) harus menunda pengiriman unitnya ke Vietnam mulai awal tahun ini.
Dijelaskan Bob Azam, Direktur Administrasi, Corporate & External Affairs PT TMMIN, untuk model yang diekspor ke Vietnam paling banyak Toyota Fortuner, sebesar 2.000-an unit per bulan.
Lalu, berapa kerugian yang dialami Toyota dengan adanya penundaan ekspor ini?
"Sedang kita kalkulasi (kerugiannya), karena tahunan hitungnya. Kalau per bulan, kita lihat dulu. Revenue kita Rp 3 triliunan per tahun akan berdampak," jelas Bob kepada Liputan6.com pada 29 Januari 2018.Â
Lanjut Bob, dengan adanya penundaan impor ke Vietnam ini, tidak ada penghentian produksi. Pasalnya, tidak ada line produksi khusus untuk pasar ekspor maupun pasar domestik. "Tidak ada penghentian, karena kita tetap harus adjust antara domestik dan ekspor," pungkasnya.
Untuk diketahui, jumlah ekspor dari pabrikan mobil besar di Jepang, Thailand, dan Indonesia mencapai seperlima dari pangsa pasar di Vietnam atau sekitar 1.000 unit per bulan. Untuk mobil yang diimpor, seperti pikap Hilux, Yaris, Fortuner, dan merek Lexus.
"Pasar Vietnam melambat tahun lalu dengan jelas, karena konsumen menahan diri untuk tidak membeli saat menunggu penghentian tarif pada akhir 2017," jelas Presiden Toyota Motor Thailand, Michinobu Sugata.
Memang, penjualan mobil di Vietnam antara Januari hingga November merosot 10 persen, menjadi 245 ribu unit.
"Kami mengantisipasi lompatan besar pada 2018, namun karena hambatan non-tarif yang ditetapkan oleh pemerintah Vietnam, kami sama sekali tidak dapat mengekspor ke pasar," tambahnya.
Advertisement